bdadinfo.com

Berkat Pemberdayaan BRI, UMKM Ini Optimalkan Produk Bambu Hingga Mancanegara - News

Ilustrasi

- Inspirasi tak terduga ternyata bisa menuntun seseorang membuat usaha baru dan sukses. Hal ini dialami oleh Adang, seorang pelaku Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) di Bandung, yang berhasil mengoptimalkan bambu menjadi berbagai jenis kerajinan dan produk olahan makanan dan terkenal hingga di tingkat internasional.

Inspirasi itu diaku Adang datang pada suatu malam 30 April 2011, ketika ia tengah diam bersila di sebuah masjid. Ia melihat bilah-bilah bambu di lingkungan tempat ibadah itu. Esok harinya ketika Ia menyaksikan sebuah tayangan orkestra di televisi, sebuah biola merasuk perhatiannya. Sekaligus, menjadi jawaban atas pertanyaan semalam.

"Ya, saya akan membuat biola bambu," padahal pemilik nama lengkap Adang Muhidin itu sama sekali tak bisa bermain alat musik.

Baca Juga: Lestarikan Warisan Budaya Nusantara, BRI Dukung Event Jelajah Kuliner Indonesia 2024

Inspirasi tak terduga itu ternyata menuntunnya pada gerbang usaha baru, usaha kerajinan bambu membawanya keluar dari masa-masa sulit kebangkrutan usaha-usaha lama. Menjadi titik penting bagi hidup Adang beserta keluarga.

Bermodal uang sendiri, Adang mulai belajar tentang bambu, melakukan serangkaian penelitian dan percobaan semampunya.

"Saya pernah jalan kaki ke Kota Bandung untuk belajar soal bambu," kata Adang di kediamannya, Desa Cimareme, Ngamprah, Kabupaten Bandung Barat.

Baca Juga: UMKM Binaan BRI, MINIMIZU Bawa Keunikan Dekorasi Alam ke Pameran Kriyanusa 2024

Sekitar tahun 2013, Adang berhasil membuat biola bambu pertamanya, diikuti alat musik lain seperti gitar dan bas. Mulanya bambu-bambu itu, kata Adang, adalah hasil meminta dari kebun ke kebun. Kegigihan dan buah karyanya mulai diketahui, hingga ia dan tim pun diundang ke gelaran acara festival musik di Jakarta. Mulanya, Adang merasa minder.

"Tapi ternyata booth kami dipenuhi pengunjung," cerita Adang setengah tak menyangka.

Dari sana, biola bambu karya pertamanya dibeli orang Jepang dengan harga Rp3,5 juta. Gitar bambunya pun ternyata laku di harga Rp4 juta. Adang pulang membawa Rp7,5 juta dari Jakarta, yang kemudian dijadikan suntikan modal usaha. Virage Awie yang mulanya dirintis Adang hanya berdua bersama seorang rekanannya, kini bisa menjadi ladang usaha berkelanjutan bagi ratusan orang lainnya.

"Jumlah orang yang turut bekerja mencapai 200 orang, memang tidak semuanya bertahan. Sekarang ada 4 orang yang jadi pemilik Virage Awie ini dengan tim inti 7 orang. Tim lainnya ada 47 orang, belum lagi khusus kelompok usaha ibu-ibu di kuliner itu mencapai 30 orang. Kebanyakan adalah single parent. Ada juga disabilitas yang pernah dilatih hingga 35 orang, dan sekarang yang bekerja di sini ada 8 orang," beber Adang.

Terkait pemasaran produk, kata Adang, peminat produk-produk bambu karya Virage Awie itu datang tidak hanya dari dalam negeri tapi luar negeri. Bahkan alat musik itu, katanya, 90% pembelinya berasal dari luar negeri beberapa di antaranya adalah Jepang, India, Rumania, Jerman, Inggris, Singapura, dan Malaysia.

"Kami kerap diajak pameran oleh BRI di luar negeri, terakhir di Singapura. Dari pameran itu kita bertemu dengan para buyer," katanya.

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat