- Berdasarkan data dari Jaringan Advokasi Tambang (Jatam) Kalimantan Timur menyebut, kurun waktu 2018-2021 setidaknya ada 151 lokasi Pertambangan Tanpa Izin (PETI) di provinsi itu.
Di mana Jumlah itu tersebar di Kabupaten Kutai Kartanegara 107 lokasi, Kota Samarinda 29 lokasi, Kabupaten Berau 11 lokasi, dan Kabupaten Penajam Paser Utara 4 lokasi.
Pradarma Rupang dari Jatam Kaltim mempertanyakan sikap negara yang tidak seserius menanggulangi terorisme, ketika berhadapan dengan perusahaan tambang ilegal.
Padahal jelas negara dirugikan oleh praktik ini. Penambang ilegal tidak membayarkan pajak, royalti ataupun iuran apapun kepada pemerintah. Mereka juga tidak mengurus perizinan.
Tambang ilegal marak, karena operasionalnya murah. Pradarma menyebut, operator hanya butuh menyewa alat berat dan membeli bahan bakarnya.
“Setelah itu, mereka akan berbagi hasil. Pemodal hanya membutuhkan sekitar Rp150 juta dan akan mendapatkan benefit Rp2 miliar sampai Rp3 miliar, dari dalam kawasan yang tidak terlalu besar, sekitar satu hektare saja, itu sudah luar biasa. Satu atau dua hektare saja,” kata Pradarma.
Baca Juga: IKN Kini Sudah Dibuka untuk Umum, Begini Caranya Jika Ingin Berkunjung!
Pradarma menyebut, yang membuat tambang ilegal subur salah satunya adalah karena tersedianya ratusan pelabuhan kecil untuk mendukung transportasinya.
Selain itu, pihak-pihak yang terlibat juga berasal dari berbagai kalangan, mulai politisi lokal di DPRD, oknum aparat keamanan hingga pejabat-pejabat lingkungan pemerintahan.
Franky Butar Butar dari Pusat Studi Hukum Hak Asasi Manusia Universitas Airlangga, Surabaya, menyebut itu sebagai salah satu karakter organisasi ini.
Selain itu, karakter lain yang dapat diidentifikasi adalah bahwa tambang ilegal melibatkan orang kaya atau berpengaruh, baik di tingkat lokal maupun nasional. Selain itu mereka juga merusak alam.
“Menarik kewenangan ijin pertambangan ke pusat, tidak berarti bahwa di daerah tambang-tambang kerusakannya akan hilang,” lanjut Franky.