- Ibu Kota Baru Indonesia Berwajah Seram Dikepung Tambang Ilegal Jadi Make Up Buruk IKN di mana ada korban di lubang tambang setiap tahun sejak 2011, pertanda suramnya masa depan Ibu Kota Indonesia terus bertambah. Tidak hanya anak-anak yang menjadi korban, pemuda juga.
Selain itu, sekitar 73% luas daratan Kaltim telah habis dikapling menjadi konsesi ekstraktif [tambang minerba, sawit, HPH, HTI dan migas).
“Pemindahan ibu kota tampak buru-buru, memindahkan masalah lingkungan yang dihadapi Jakarta. Harusnya, Kaltim menjadi perhatian utama Presiden untuk dipulihkan.”
Peristiwa Kamis, 22 Agustus 2019, lubang tambang yang diduga milik PT. Singlurus Pratama, di Kabupaten Kutai Kartanegara, meminta korban jiwa. Hendrik Kristiawan [25], putra pertama Suhendar dan Triseni, warga Desa Beringin Agung, Kecamatan Samboja, tewas tenggelam. Kutai Kartanegara adalah lokasi ibu kota negara baru yang mulai dipersiapkan pembangunannya.
Ayah korban, Suhendar mengatakan, almarhum selama ini berperan sebagai tulang punggung keluarga. “Hendrik anak baik, membantu menyelesaikan doran [pegangan cangkul] dan kasut di waktu senggang. Dia jarang masuk kerja bila membantu orangtua,” jelasnya.
Suhendar berharap, lubang tambang segera ditutup agar tidak ada korban berikutnya. “Kini adiknya, yang kedua, menggantikan Hendrik menanggung ekonomi keluarga,” ujarnya.
Dalam catatan Jaringan Advokasi Tambang [Jatam] Kalimantan Timur [Kaltim]lubang tambang ke-36. Berdasarkan keterangan saksi mata, Hendrik tewas tenggelam sekitar pukul 19.00 Wita, jasadnya ditemukan pada 22.00 Wita, dan dievakuasi ke RSUD ABADI Kecamatan Samboja.
Baca Juga: IKN Kini Sudah Dibuka untuk Umum, Begini Caranya Jika Ingin Berkunjung!
Berdasarkan titik koordinat [S 00° 57’04.8″ E 117° 05’01.6″], lokasi kejadian berada di konsesi Perusahaan tambang Singlurus Pratama. Perusahaan ini memiliki konsesi seluas 24.760 hektar dari Kementerian ESDM. Jarak rumah terdekat dengan lubang sekitar 770 meter. Di lokasi tidak ada papan peringatan, pagar pembatas, serta pos dan petugas pengaman.
“Kondisi ini menyalahi Keputusan Menteri ESDM Nomor 55/k/26/mpe/1995. Singlurus Pratama harus bertanggung jawab secara hukum, atas kematian korban,” kata Dinamisator Jatam Kaltim, Pradarma Rupang, akhir Agustus 2019.
Jatam menilai, perusahaan lalai, melawan Pasal 359 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana dan Pasal 112 UU No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup. Pemerintah juga dianggap tidak peduli hingga menyebabkan kematian warga. “Pihak perusahaan dan Kementerian ESDM pantas dikenai pasal tersebut,” papar Rupang.
Sebelumnya, di 2016, PT. Singlurus Pratama pernah dilaporkan karena merampas lahan. Warga mengadu ke DPRD Kabupaten Kutai Kartanegara dan Dinas Lingkungan Hidup, namun hasilnya nihil. Jatam Kaltim mendesak PPNS Dinas Lingkungan Hidup Provinsi dan PPNS ESDM Kaltim untuk melakukan penyelidikan.