bdadinfo.com

Haram Nggak Sih Hari Ibu dalam Islam, Nabi Muhammad Ajarannya Begini - News

Haram nggak sih Hari Ibu dalam Islam, Nabi Muhammad mengajarkan begini (pixabay/VaniaRaposo)


-
Peringatan Hari Ibu di Indonesia bukanlah perayaan Mothers Day seperti di negara lain. Sejarah mencatat dicetuskannya Hari Ibu di Indonesia merupakan tonggak perjuangan perempuan untuk terlibat dalam upaya merebut kemerdekaan.
 
Peringatan Hari Ibu juga menjadi momentum untuk terus mengingatkan seluruh bangsa Indonesia, perempuan yang jumlahnya mengisi hampir setengah dari populasi masyarakat Indonesia, adalah motor penggerak keberhasilan pembangunan saat ini dan mendatang.
 
Hari Ibu bukanlah sekadar hari untuk mengenang hari-hari bahagia bersama ibu kita. Bukan juga cuma diperuntukan untuk para ibu rumah tangga atau mereka yang sudah mempunyai anak. Nah haram nggak sih peirngati Hari Ibu dalam hukum Islam yuk simak selengkapnya.
 
 
Kata Ibu mempunyai arti yang luas, sehingga Hari Ibu merupakan hari spesial untuk para perempuan, khususnya perempuan Indonesia. Akan tetapi haruskah Hari Ibu diperingati setiap setahun sekali? Perlukah memperingati hari ibu? Bagaimana hukum Islam mengenai hal ini?
 
Pandangan Islam terhadap perayaan Hari Ibu
 
Hari ibu biasanya dirayakan setiap 22 Desember. Dalam Islam, hari yang dirayakan secara berulang setiap tahun disebut Ied, misalnya Iedul Fitri, Iedul Adha, juga Jumat merupakan hari Ied dalam Islam. 
 
Dan perlu diketahui juga setiap kaum memiliki Ied masing-masing. Maka Islam pun memiliki Ied, Rasulullah SAW bersabda:
 
إن لكل قوم عيدا وهذا عيدنا
 
"Setiap kaum memiliki Ied, dan hari ini (Iedul Fitri) adalah Ied kita (kaum Muslimin)" 
[HR. Bukhari-Muslim]
 
 
Kemudian, Ied milik kaum muslimin telah ditetapkan oleh Allah dan Rasul-Nya, hanya ada 3 saja, yaitu Iedul Fitri, Iedul Adha, dan hari Jumat.
 
Nah, jika kita mengadakan hari perayaan tahunan yang tidak termasuk dalam 3 macam tersebut, maka Ied milik kaum manakah yang kita rayakan tersebut.
 
Yang pasti bukan milik kaum muslimin.. Maka orang yang merayakan Ied yang selain Ied milik kaum Muslimin seolah ia bukan bagian dari kaum Muslimin. Namun hadits ini tentunya bukan berarti orang yang berbuat demikian pasti keluar dari statusnya sebagai Muslim, namun minimal mengurangi kadar keislaman pada dirinya.
 
 
Berikut fatwa Al Lajnah Ad Daimah, semacam MUI di Arab Saudi, mengenai peringatan Hari Ibu. Al Lajnah Ad Daimah ditanya, kapan tanggal yang tepat untuk memperingati Hari Ibu.
 
"Tidak boleh mengadakan peringatan yang dinamakan dengan peringatan Hari Ibu, dan tidak boleh juga memperingati perayaan peringatan tahunan yang dibuat-buat (tidak ada tuntunannya dalam Alquran dan Assunnah, karena perayaan (Ied) tahunan yang diperbolehkan dalam Islam hanya Idul Fitri dan Idul Adha.
 
Nabi Muhammad SAW bersabda: 
 
من عمل عملاً ليس عليه أمرنا فهو رد
 
"Barangsiapa melakukan suatu amalan yang tidak pernah kami tuntunkan, maka amalan itu tertolak," 
 
Perayaan Hari Ibu tidak pernah dilakukan oleh Rasulullah SAW, para sahabat radhiallahu anhum dan para imam salafus shalih. Perayaan ini adalah sesuatu yang diada-adakan dan menyerupai orang kafir atau tasyabbuh. 
 
 
Fatwa Komite Tetap Kajian Ilmiah dan Fatwa Arab Saudi, jilid 3 hal.85.
Syaikh Shalih Al-Utsaimin rahimahullah berkata: 
 
"Semua perayaan yang bertentangan dengan hari raya yang disyariatkan adalah bidah, juga berarti tasyyabuh (menyerupai) musuh-musuh Allah yaitu orang-orang kafir.
 
Hari raya yang disyariatkan telah diketahui oleh kaum muslimin, yaitu Idul Fitri dan Ideul Adha serta hari raya Jumat. Jadi  selain yang tiga ini, tidak ada hari raya lain dalam Islam. 
Semua hari raya selain itu ditolak pelakunya dan batil dalam hukum syariat Allah berdasarkan sabda Nabi SAW: 
 
"Barangsiapa yang membuat sesuatu yang baru dalam urusan (agama) kami yang tidak terdapat (contoh/tuntunan) padanya, maka ia tertolak," [HR. Bukhari dalam ash-Shulh no. 2697, Muslim dalam al -Aqdhiyah, no. 1718]
 
 
Oleh karena itu tidak boleh merayakan hari yang disebutkan yaitu Hari Ibu yaitu yang dan tidak boleh juga mengadakan sesuatu yang menunjukkan simbol perayaannya, 
seperti menampakkan kegembiraan dan kebahagiaan, memberikan hadiah-hadiah dan sejenisnya.
 
Hendaklah setiap muslim merasa mulia dan bangga dengan agamanya serta merasa cukup dengan apa yang telah ditetapkan oleh Allah dan Rasul-Nya dalam agama yang lurus ini dan telah diridhoi Allah untuk para Hamba-Nya.(*)
 

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat