bdadinfo.com

Dedi Mulyadi: Pergeseran Tradisi Munculkan Kelaparan Tersembunyi di Indonesia - News

Wakil Ketua Komisi IV DPR RI Dedi Mulyadi. (Tangkapan layar YouTube/Komisi IV DPR RI Channel)

News - Anggota DPR RI Dedi Mulyadi menilai pergeseran pola tradisi menjadi salah satu faktor yang menyebabkan kelaparan tersembunyi di Indonesia.

Seperti diketahui Guru Besar Ilmu Gizi Fakultas Ekologi Manusia Institut Pertanian Bogor Prof Drajat Martianto menyebut 50 persen masyarakat Indonesia mengalami kelaparan tersembunyi. Hal itu terjadi karena Indonesia sedang menghadapi tiga masalah gizi yakni gizi kurang, obesitas dan kurang gizi mikro.

Baca Juga: Tak Tega Lihat Balita di Pinggir Jalan Ditinggal Ibu Jadi TKI, Dedi Mulyadi Beri Solusi Bahagia

Menurut Dedi permasalahan masyarakat pada saat ini adalah terjadinya pola hidup yang berubah. Pola hidup itulah yang menghilangkan tradisi konsumsi pangan alami seperti sayuran, ikan, daging dan buah-buahan.

“Saat ini mereka bergeser pada jajanan yang instans kemudian dikonsumsi oleh anak-anak, remaja, dewasa hingga orang tua,” ujar Kang Dedi Mulyadi.

Baca Juga: Perjalanan Nikey, Pelajar Penarik Gerobak Rongsokan yang Diajak Liburan ke Bali oleh Dedi Mulyadi

Panganan instans inilah yang kini menggantikan tradisi masak makanan sehat di rumah. Salah satunya tradisi menanak nasi yang mengalami pergeseran tajam.

Dulu, kata dedi, masyarakat menanak nasi melalui berbagai tahapan mulai dari dicuci, masak setengah matang, lalu diaduk dan dikukus untuk diproses menjadi matang. Sementara kini orang memasak nasi dengan cara instans menggunakan alat modern.

“Kalau sekarang kan dicuci langsung dimasukkan ke rice cooker dan langsung dikonsumsi. Maka nasi yang dihasilkan akan sangat mengandung kadar gula yang tinggi. Sehingga wajar jika kadar gula tinggi itu menjadi ancaman bagi kesehatan masyarakat,” ucapnya.

Tak hanya itu, tingkat konsumsi buah dan sayuran alami di masyarakat pun kini menurun drastis. Masyarakat justru memilih produk olahan yang praktis dibanding yang alami.

"Ini problem. Sebanyak 50 persen kelaparan terselubung itu adalah bukan karena faktor pendapatan, tetapi tradisi publik mengalami perubahan. Itu karena kemalasan manusia juga," ujar Dedi.

Sehingga pergeseran tradisi itulah yang menjadi penyebab terjadinya penurunan daya tahan tubuh pada anak-anak karena asupan tidak berkualitas.

Ia mencontohkan setiap bertemu warga miskin mereka setidaknya mengantongi uang Rp 50 ribu. Namun bukannya dibelikan pangan alami, mereka justru memilih mi instans sebagai panganan sehari-hari.

Untuk memperbaiki pola tersebut harus dilakukan semacam revolusi Pendidikan. Salah satunya pihak sekolah menyarankan agar orang tua memasak bekal bergizi untuk anaknya di sekolah.

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat