bdadinfo.com

Tak Hanya Bauksit, Indonesia Bakal Stop Ekspor Tembaga - News

Ilustrasi tembaga

JAKARTA, - Presiden Joko Widodo (Jokowi) menginstruksikan supaya Indonesia melanjutkan hilirisasi bahan mentah, sehingga tidak hanya terhenti di satu komoditas saja, seperti nikel.

Setelah larangan ekspor bijih nikel per 1 Januari 2020 lalu sukses dan industri hilir nikel berjalan, Presiden meminta ini juga dilakukan di komoditas lainnya, seperti bauksit, konsentrat tembaga, hingga timah.

Baca Juga: Duh! Cadangan Tembaga Indonesia akan Habis dalam Waktu 23 Tahun

Dia meminta agar Indonesia tak lagi mengekspor bahan mentah komoditas tersebut, melainkan sudah melalui proses pengolahan dan pemurnian menjadi barang setengah jadi atau produk jadi.

Jokowi mengatakan, untuk penghentian ekspor bahan mentah nantinya akan dimulai dari bauksit terlebih dahulu, kemudian setahun setelahnya bisa dilanjutkan ke tembaga.

Baca Juga: Disertasi Tentang Pemanfaatan Gambir Sebagai Reduktor Tembaga, Bawa Guru SMK SMTI Padang Raih Gelar Doktor

"Kemudian yang ingin kita lanjutkan transformasi ekonomi tidak boleh berhenti, reformasi struktural tidak boleh berhenti, karena ini basic setelah memiliki infrastruktur. Tidak boleh lagi yang namanya ekspor bahan-bahan mentah, raw material, ini stop, udah stop, mulai dari nikel, mungkin tahun depan itung-itungan stop ekspor bauksit, tahun depannya lagi bisa stop tembaga, tahun depan lagi stop timah," tuturnya dalam acara Pertemuan Tahunan Bank Indonesia 2021, dikutip dari CNBC Indonesia, Rabu (24/11/2021).

Dia menyebut, saat Indonesia berhasil menghentikan ekspor bijih nikel, dan hanya mengekspor produk setengah jadi dan produk jadi, nilai ekspor Indonesia melejit menjadi sekitar US$ 20 miliar pada tahun ini dari tiga atau empat tahun lalu hanya berada di kisaran US$ 1,1 miliar.

"Kita ingin bahan-bahan mentah dalam bentuk setengah jadi atau barang jadi karena kita inginkan nilai tambah, misalnya seperti besi baja. Pada saat ekspor nikel, mungkin 3-4 tahun lalu kita ada di angka US$ 1,1 miliar. Tahun ini perkiraan sudah meloncat jadi US$ 20 miliar, karena stop nikel dari Rp 15 triliun melompat jadi Rp 228 triliun. Ini akan memperbaiki neraca pembayaran, neraca transaksi pembayaran membaik," paparnya.

"Kalau nanti bauksit disetop, nilainya akan kurang lebih sama, akan melompat ke angka-angka kurang lebih US$ 20-23 miliar. 1,2,3,4 komoditas, bayangkan diindustrialisasikan, dihilirisasikan di negara kita meskipun kita memang digugat di WTO, gak masalah," lanjutnya.

"Saya sampaikan di G20, dengan EU, dengan negara-negara Eropa, kita tidak ingin mengganggu kegiatan produksi mereka kok, silahkan, kita terbuka, kita tidak tertutup. Kalau ingin nikel silahkan, tapi datang bawa pabriknya ke Indonesia, bawa industri ke Indonesia, bawa teknologi di Indonesia," pungkasnya.

Seperti diketahui, dua produsen tembaga terbesar di Indonesia yaitu PT Freeport Indonesia dan PT Amman Mineral Nusa Tenggara, anak usaha PT Medco Energi Internasional Tbk (MEDC). Saat ini kedua perusahaan ini masih mengekspor konsentrat tembaga.

Saat ini baru ada dua fasilitas pengolahan dan pemurnian (smelter) tembaga di dalam negeri, yakni PT Smelting di Gresik dan PT Batutua Tembaga Raya. Namun, kapasitas terbesar masih di PT Smelting dengan kapasitas mengolah 1 juta ton konsentrat dan menghasilkan 300 ribu ton katoda tembaga per tahun.

Adapun kapasitas PT Smelting tersebut hanya dapat menampung sekitar 40% dari konsentrat tembaga PT Freeport Indonesia, sehingga selebihnya masih diekspor.

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat