bdadinfo.com

Peneliti Temukan Benua Raksasa di Bumi, Seperti Apa? - News

Ilustrasi Bumi dihuni banyak makhluk, namun ada 5 yang berjalan di bumi tetapi tidak dilahirkan.  (pixabay)

News - Bumi diprediksi akan mengalami perkembangan baru dalam ratusan juta tahun mendatang. Salah satunya adanya hilangnya beberapa benua yang akhirnya menjadi satu.

Para peneliti di Universitas Curtin di Australia dan Universitas Peking di China menggunakan superkomputer untuk memodelkan evolusi lempeng tektonik Bumi dan pembentukan benua super di masa depan. Hasilnya, seluruh daratan dunia diprediksi akan menyatu seluruhnya. Nama dari satu benua raksasa itu adalah Amasia.

Baca Juga: Kunci Jawaban Evaluasi Bab 4 Geografi Kelas 12 SMA/MA: Pasar Bebas dan Dinamika Bumi

"Selama dua miliar tahun terakhir, benua di Bumi telah bertabrakan bersama untuk membentuk superbenua setiap 600 juta tahun, yang dikenal sebagai siklus superkontinen. Ini berarti bahwa benua-benua saat ini akan bersatu kembali dalam waktu beberapa ratus juta tahun," kata penulis utama Dr. Chuan Huang, dikutip CNBC Indonesia, Sabtu, 8 Oktober 2022.

Simulasi tim menunjukkan bahwa Bumi sebelumnya mendingin selama miliaran tahun sejak pembentukannya. Akhirnya, rumah manusia ini kemudian mengalami pengurangan ketebalan dan kekuatan lempeng tektonik dari waktu ke waktu.

Baca Juga: Ilmuwan Temukan Samudra Baru, Letaknya di Bawah Permukaan Planet Bumi

Tim peneliti meyakini bahwa ketika lempeng tektonik berkurang kekuatan dan ketebalannya, pembentukan superkontinen baru lebih mungkin terjadi. Ini juga didorong oleh penyusutan Samudera Pasifik pada zaman dinosaurus yang kemungkinan akan terulang.

"Superbenua baru yang dihasilkan telah diberi nama Amasia karena beberapa orang percaya bahwa Samudra Pasifik akan menutup (berlawanan dengan Samudra Atlantik dan Hindia) ketika Amerika bertabrakan dengan Asia. Australia juga diharapkan berperan dalam peristiwa Bumi yang penting ini, pertama bertabrakan dengan Asia dan kemudian menghubungkan Amerika dan Asia begitu Samudra Pasifik ditutup," kata Huang.

"Australia saat ini bergerak menuju Asia dengan kecepatan sekitar 7 sentimeter (2,8 inci) per tahun, sementara Eurasia dan Amerika bergerak dengan kecepatan lebih lambat menuju Samudra Pasifik," kata rekan penulis studi lainnya, Zheng-Xiang Li. (*)

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat