bdadinfo.com

Ada Pingitan hingga Panggih, Yuk Kenali Ragam Prosesi Adat Jawa di Pernikahan Kaesang dan Erina - News

Tasyakuran Digelar, Kaesang - Erina Dikirab dari Loji Gandrung hingga Puro Mangkunegaran (IST)

Kaesang Pangarep dan Erina Gudono diketahui telah melangsungkan akad nikahnya di Pendopo Agung Royal Ambarukmo, Sabtu 10 Desember 2022 kemarin.

Dalam rangkaian acara pernikahan Kaesang dan Erina ini, terlihat sangat kental dengan tradisi pernikahan dengan adat Jawa terutama gaya Yogyakarta. Sejumlah prosesi pernikahan dengan adat Jawa gaya Yogyakarta ini dilakukan di antaranya adalah pingitan, pemasangan bleketepe, adang sepisan, cethik geni, midodareni, hingga panggih.

1. Pingitan

Dilansir dari seputarpernikahan.com, tradisi yang identik dengan adat Jawa ini dilakukan oleh pasangan yang akan segera menikah. Biasanya tradisi pingitan ini lebih kepada si calon perempuan.

Baca Juga: Ribuan Warga Solo Ketiban Rezeki, Kaesang dan Jokowi Sebar Dua Barang Ini

Prosesi pingitan pernikahan adat jawa bisa dilakukan dalam tempo waktu yang berbeda-beda. Jika dahulu dilakukan hingga sebulan sebelum hari H, maka saat ini calon pengantin lebih banyak memilih untuk dipingit dalam waktu seminggu saja sebelum hari H.

Pingitan ini memiliki tujuan yang baik, yaitu menjaga kedua mempelai dari marabahaya dengan cara ‘dipingit’. Dipingit disini berarti kedua calon pengantin dilarang bertemu hingga hari H pernikahan loh. Dan khusus calon pengantin perempuan, dilarang untuk beraktivitas keluar rumah apalagi pergi ke mall.

Kepercayaan dari pingitan ini sendiri yaitu calon pengantin memiliki ‘darah manis’, sehingga rentan akan gangguan yang sifatnya tidak terlihat.

Maka untuk menjaga hal tersebut, prosesi pingitan pernikahan adat jawa dilakukan. Selain itu, calon pengantin perempuan juga akan terlihat ‘manglingi’ pada saat hari H berlangsung, hal ini dikarenakan aura calon pengantin perempuan lebih terpancar.

Baca Juga: 19 Budaya asal Sumbar Disahkan jadi Warisan Budaya Takbenda, Berikut Rinciannya

2. Pemasangan Bleketepe

Dilansir dari Skripsi yang berjudul ‘Tinjauan Hukum Mengenai Tradisi Pemasangan Bleketeped dalam Proses Pernikahan Menurut Hukum Perkawinan Adat, Hukum Positif, dan Hukum Islam: Studi Kasus di Desa Tembarak Kecamatan Kertosono Kabupaten Nganjuk, oleh Mash Fiyatul Muyassaroh Tahun 2021, bleketepe merupakan tradisi sejak zaman ki Ageng Tarub seorang Raja Mataram.

Menggelar pesta pernikahan serta menggunakan bleketepe anyaman dari daun kelapa muda (janur) sebagai peneduh para tamu yang hadir di acara pesta pernikahan tersebut.

Janur yang digunakan dalam bleketepe memiliki makna tersendiri, yaitu sebuah cahaya yang melambangkan cita-cita yang tinggi.

Bleketepe ini memiliki ukuran 50x200 cm yang dianyam serta diletakkan diatas genting rumah pengantin wanita. Pemasangan bleketepe ini dilakukan oleh orang tua pengantin wanita, yang bertugas memasang yaitu ayah dari pengantin wanita.

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat