bdadinfo.com

Tradisi Potong Jari di Suku Dani Papua menjadi Identitas Kuat Sebuah Budaya meskipun Sempat jadi Kontroversi - News

Potret tradisi potong jari di Suku Dani Papua (bpkpenabur.or.id)

- Papua, wilayah yang kaya akan budaya dan tradisi, juga memiliki tradisi yang unik dan kontroversial yang dikenal sebagai Iki Palek, yang secara harfiah berarti "memotong jari".

Tradisi ini dilakukan oleh suku Dani di wilayah Lembah Baliem, Papua, sebagai bagian dari ritual dan simbol kesetiaan dan kehilangan karena ada anggota keluarga yang telah meninggal.

Dalam tradisi Iki Palek, mereka harus menjalani proses inisiasi yang melibatkan pemotongan ujung jari mereka.

Baca Juga: Pantas Johnny G Plate 'Ngiler', Ini Sederet Keuntungan Jadi Justice Collaborator Kasus Korupsi

Proses ini dilakukan dengan menggunakan parang tajam oleh tokoh adat atau sesepuh suku, yang dianggap sebagai orang yang berpengalaman dan berhak melaksanakan tradisi tersebut.

Meskipun Iki Palek telah menjadi bagian dari budaya dan tradisi suku Dani selama berabad-abad, praktik ini telah menjadi sumber kontroversi dan perdebatan.

Banyak pihak, baik dari dalam maupun luar Papua, menentang tradisi ini karena dianggap sebagai bentuk kekerasan fisik yang tidak pantas terhadap anak-anak.

Pemerintah Papua dan kelompok hak asasi manusia setempat telah berupaya untuk menghentikan praktik Iki Palek dan mengedukasi masyarakat mengenai konsekuensi negatif yang dapat timbul akibat potongan jari.

Mereka berargumen bahwa tradisi ini tidak hanya melukai fisik, tetapi juga dapat berdampak pada aspek psikologis dan sosial remaja yang menjalani proses ini.

Baca Juga: Zidane Siap Jadi Pelatih Lagi, Bakal Tukangi Prancis?

Namun, untuk beberapa suku Dani, Iki Palek masih dianggap sebagai bagian penting dari identitas budaya mereka dan simbol keberanian.

Mereka mempertahankan tradisi ini sebagai warisan nenek moyang mereka dan percaya bahwa proses ini akan membentuk karakter dan menandai kedewasaan seseorang.

Penting untuk menghormati keragaman budaya dan tradisi setiap komunitas, sambil tetap memperhatikan kepentingan dan kesejahteraan individu, terutama anak-anak.

Edukasi dan dialog yang berkelanjutan dapat membantu mengubah persepsi dan mengurangi praktik-praktik yang membahayakan dalam tradisi budaya yang diwariskan dari generasi ke generasi.***

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat