bdadinfo.com

Asal-Usul Malioboro, Benarkah Ada Hubungannya dengan Keraton Kesultanan Yogyakarta di Masa Penjajahan Inggris? - News

Pasar Malioboro, Yogyakarta (Instagram/wisatamalioboro)

- Siapa yang tak tahu Malioboro? Ya, salah satu tujuan wisata yang wajib dikunjungi di Tanah Jawa dan menjadi ikon yang tidak bisa dilepas jika mendengar kata "Yogyakarta".

Malioboro adalah sebuah nama jalan dan kawasan yang terkenal menjadi ciri khas dari kota Yogyakarta, Jawa tengah. Sebagian besar wisatawan lokal dan mancanegara sudah tak asing dengan tempat wisata ini.

Aktivitas perdagangan di tempat ini sangat tinggi karena selalu dikunjungi oleh para wisatawan yang bisa berlangsung setiap hari, dari pagi hingga dini hari. Namun, tahukah kalian tentang asal usul kata "Malioboro"? Yuk, simak sejarahnya.

Baca Juga: Waspada Penipuan Lewat SMS! Telkomsel Ajak Masyarakat Proaktif Melaporkan Nomor Ponsel Pelaku Penipuan

Dilansir situs web resmi PEMDA Yogyakarta, Malioboro didirikan bertepatan dengan pendirian Keraton Yogyakarta. Dalam bahasa sansekerta, "Malioboro" memiliki makna karangan bunga.

Bukan tanpa alasan, pemberian nama tersebut adanya kemungkinan hubungan dengan masa lalu ketika Keraton Yogyakarta mengadakan acara besar yang membuat Jalan Malioboro dipenuhi dengan bunga.

Sementara itu, jika dikaitkan dengan sumber sejarah lainnya, kata "Malioboro" berasal dari kata "Marlborough" diberikan oleh Thomas Stamford Raffles, seorang Letnan Jenderal asal Inggris yang datang ke Jawa.

Dikutip dari Historia, seorang sejarawan asal Inggris bernama Peter Carey menceritakan, Letnan Raffles pertama kali berkunjung ke Yogyakarta pada 27-29 Desember 1811. Pada tahun tersebut merupakan tahun saat Inggris mulai menjajah Indonesia.

Baca Juga: Garuda Calling! STY Panggil 22 Pemain Hadapi Irak dan Filipina, Lucunya Sandy Walsh Ikut Komen Pakai Bahasa Indonesia yang Lagi Ngetren

Raffles datang ke Yogyakarta bertujuan untuk berunding dengan Sultan Hamengkubuwono II tentang tahta Kesultanan Yogyakarta. Saat itu, Sultan Hamengkubuwono II meminta kepada Raffles untuk tidak membawa pasukan pengawal dengan jumlah besar untuk mencegah timbulnya ketegangan.

Sayangnya, Raffles bersikeras untuk membawa pasukan pengawal dengan jumlah besar sehingga timbul kemungkinan akan terjadi perlawanan senjata dari kesultanan. Raffles membawa 400 serdadu saat tiba di Yogyakarta pada tanggal 27 Desember 1811.

Peter Carey menyebutkan, kala itu, Raffles memasuki kota Yogyakarta melewati jalan raya utama (saat ini menjadi Jalan Malioboro) dan ada pasukan dari Kesultanan sebanyak 10.000 orang yang memenuhi kedua sisi jalan lengkap dengan tombak dan bedil yang siap tembak.

Dalam pertemuan tersebut, Sultan Hamengkubuwono II duduk di singgahsana perak miliknya yang dialasi dengan bangku pendek (bahasa jawa: dingklik) agar bisa duduk lebih tinggi dibandingkan tempat duduk Raffles.

Seketika ajudan Raffles menyingkirkan dingklik tersebut dengan kakinya yang membuat pengawal Sultan Hamengkubuwono II sontak menodongkan kerisnya dan membuat para serdadu Inggris pun masuk ke dalam ruang pertemuan tersebut.

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat