bdadinfo.com

Tantangan Pemilu 2024, Kampanye Politik Tidak Berkualitas hingga Integritas Penyelenggara - News

Tantanga Pemilu Indonesia dari kampanye politik hingga penyelenggara (Google)

- Dalam menghadapi Pemilu 2024 mendatang, Indonesia masih memiliki tantangan pelaksanaan pemilu yang harus di hadapi agar menghasilkan pemimpin yang berkualitas.

Adapun tantangan pemilu tersebut, datang dari berbagai sektor seperti kampanye partai politik, hingga integritas penyelenggara yang masih perlu ditingkatkan.

Berikut telah merangkum beberapa tantangan Pemilu Indonesia kedepannya berdasarkan hasil temuan Komisi Pemberatasan Korupsi (KPK) dan Lembaga Ilmu Pengtahuan Indonesia (LIPI).

Baca Juga: KPK sebut Visi Misi dan Partai Politik Tidak Terlalu Berpangaruh di Pilkada

Pertama adalah kampanye, hingga saat ini kampanye masih ditempatkan sebagai aktivitas populis artifisial, dan simbolik yang hanya sekadar menunjukan kehadiran calon dan parpol, bukan pada pendidikan politik.

“Bukan sebagai pendidikan demokrasi pada masyarakat, tapi sekedar kontestatis simbolis untuk membeli suara,” ucap Andi Arif, Direktur Sosialisasi dan Kampanye Anti Korupsi, dikutip dari kanal Youtube GeloraTV pada Kamis, 23 Februari 2023.

Kedua adalah tantangan post truth era, dimana tantangan ini berupa kondisi dimana fakta menjadi sesuatu yang tidak terlalu penting. Namun lebih mengutamakan sisi emosi untuk mempengaruhi kebijakan dan pengambilan keputusan.

Ketiga adalah politik transaksional seperti jual beli tiket atau kursi untuk pencalonan, jual beli suara pemilih (vote buying). Tindakan penyuapan penyelenggara atau hakim pemilihan.

Baca Juga: Begini Nih Cara Berantas Korupsi ala Anis Matta, Bukan dengan Pendekatan Hukum

Baca Juga: Mendes PDTT Nilai Perpanjangan Masa Jabatan Kades Berpengaruh Signifikan dengan Pilkada 2024

“Mahar politiknya harus dibiayai, duduk jadi kepala dinas harus bayar, duduk jadi kepala sekolah dasar negeri harus bayar, duduk jadi kepala puskesmas harus bayar, akhirnya bermuara pada kepala daerah yang kita tangkap,” jelas Andi Arif.

Keempat adalah pencalonan eks-napi koruptor, muculnya eks-napi koruptor sebagai calon anggota DPR, DPD, DPRD, dan kepala pemerintahan adalah bentuk gagalnya parpol dalam melaksanakan kaderisasi.

Hal ini mestinya harus dicegah, terlebih pencerahan kepada masyarakat agar tidak memilih individu-individu yang bermasalah, apalagi eks napi korupsi.

Kelima adalah hoaks, seperti penyeberan berita hoax atau kabar bohong, berita bohong (fake news), ujaran kebencian (Hate speach) yang mengajak masyarakat untuk melakukan tindak kekerasan, sentimen Sara, dan penghilangan hak pilih.

Keenam adalah mentalitas siap menang tapi tidak siap untuk kalah untuk setiap peserta pemilu baik untuk individu calon dan partai politik serta pendukung.

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat