bdadinfo.com

Inilah Koto Tinggi, Surga Tersembunyi di Bagian Utara Sumatera Barat - News

- Mungkin tak semua masyarakat Sumatera Barat familiar dengan nama Koto Tinggi Limapuluh Kota. Memang, nagari ini tidaklah sepopuler Mandeh Pesisir Selatan yang identik dengan keindahan pantainya, ataupun sekondang Pariangan Tanah Datar yang tersohor akan keelokan alamnya. Namun, keeksotikan nagari yang terletak di deretan Bukit Barisan tersebut dijamin mampu membius pelancong yang berkunjung ke daerah tersebut. 

Rabu (23/9/2020), tim MMC Diskominfo Sumbar berkesempatan mengeksplor daerah yang penuh historis itu. Memasuki wilayah dalam teritori Kecamatan Gunung Omeh ini, mata pengunjung akan dimanjakan hijaunya ribuan pohon jeruk yang tertata rapi dengan buah mulai menguning. Sapaan hangat dibarengi senyum tulus penduduk setempat membuat suasana jadi nyaman. 

Penatnya tubuh akibat perjalanan panjang dari Kota Padang seakan terobati. Ditambah hembusan angin khas daerah pegunungan membikin otak terasa lebih segar. Menurut Yazid (25) pegawai nagari setempat, beberapa tahun belakangan, masyarakat lokal  telah menjadikan jeruk sebagai komoditi usaha utama mereka. Tak heran, hampir setiap pekarangan rumah penduduk, ditemui pohon buah yang bibitnya berasal dari wilayah Kuok Riau ini.

"Selain pekarangan rumah, penduduk disini juga memiliki ladang jeruk. Umumnya ladang tersebut terletak dipunggung bukit. Biasanya pohon jeruk diselingi dengan tanaman cabe," sebutnya seraya menunjuk kearah bukit yang terletak tak jauh dari sana.

Jeruk Gunung Omeh, begitu nama bekennya memang berbeda dari buah sejenis yang ada Indonesia. Selain besar dan manis, kandungan air juga banyak. Sudah tentu kadar vitamin C tinggi, Tak heran, permintaannya pun banyak. Baik itu dari Sumatera Barat maupun luar provinsi. Bahkan pangsa pasarnya telah menembus Singapura dan Malaysia.

"Biasanya petani disini menjual langsung ke agen. Merekalah yang nanti memasarkan keluar daerah. Untuk harga, menyesuaikan jumlah barang. Saat panen dan buah banjir, sekilo jeruk dihargai Rp8 ribu. Jika stok tak banyak, harga dua kali lipat, sampai Rp16 ribu perkilonya," terang Yazid.

Tren agrowisata rupanya turut membius penduduk Koto Tinggi. Tak ingin ketinggalan, masyarakat disini juga ingin mengembangkan potensi daerah menjadi kawasan agrowisata. Bahkan beberapa anggota kelompok tani dan kelompok sadar wisata telah mengikuti pelatihan-pelatihan yang diadakan pemerintah  tentang bagaimana cara mengelola agrowisata yang baik dan benar. 

"Seharusnya, program agrowisata berjalan awal tahun. Pemerintah telah berjanji membantu sebagian infrastruktur. Cuma, pandemi menghambat itu semua. Untung masyarakat disini tak putus asa. Mereka tetap membangun sarana semampunya dengan swadaya sendiri," ujar pria murah senyum tersebut.

Kampuang Sarugo
Andai anda disematkan pertanyaaan, apa ciri khas Minangkabau? Pasti salah satu jawaban yang terpikir Rumah Gadang. Ya, Rumah Gadang merupakan identitas masyarakat Minang. Hampir diseluruh wilayah Sumatera Barat Rumah Gadang dapat dijumpai, terutama daerah pedesaan. Kemajuan pariwisata rupanya turut mempengaruhi fungsi Rumah Gadang. 

Jika dahulu Rumah Gadang semata digunakan sebagai tempat tinggal, tempat musyawarah keluarga serta tempat mengadakan upacara. Sekarang bangunan ini juga bisa digunakan mencari profit dengan menjadikannya daerah kunjungan wisata. Tak mau kalah dengan wisata sejenis yang lebih dulu booming, seperti Saribu Rumah Gadang Solok Selatan, atau Kampung Adat Sijunjung. 

Pemerintah Nagari Koto Tinggi menyulap komplek rumah adat di kawasan Sei. Dadok menjadi daerah kunjungan wisata budaya. Kampuang Sarugo, demikian idiom diberikan untuk kawasan tersebut. Sarugo merupakan akronim saribu gonjong, yang dalam Bahasa Indonesia berarti seribu bubungan rumah berbentuk tanduk yang merupakan ciri khas Rumah Gadang.

Kampuang Sarugo menawarkan keeksotikan khas alam pedesaan. Terletak di dataran tinggi, dimana dibawahnya terlihat hamparan sawah serta dua sungai yang kemudian bertemu membentuk Batang Sinamar. Saban sore, sungai ini ramai dikunjungi anak-anak untuk berenang. Sambutan ramah penduduk lokal terasa saat memasuki kawasan tersebut. Spanduk himbauan protokol kesehatan pun banyak terpampang pada setiap sudut Kampuang Sarugo.

Yazid menjelaskan, Kampuang Sarugo dilaunching akhir Agustus 2019. Ada 29 Rumah Gadang dengan ukuran sekitar 5 x 16 meter. Gonjong tiap rumah ada 5, mencerminkan Rukun Islam. Ketika akhir minggu, libur panjang atau panen raya jeruk, Kampuang Sarugo ramai dikunjungi wisatawan. Dari yang sekedar menikmati agrowisata jeruk, bermain disungai sampai bermalam. 

"Meski belum semua Rumah Gadang dijadikan homestay, minat wisatawan cukup tinggi untuk menginap. Alhamdulillah pemerintah daerah sangat membantu masyarakat dalam mengelola kawasan ini. Berbagai pelatihan digelar Pemkab Limapuluh Kota untuk meningkatkan SDM masyarakat setempat," tutur Yazid.

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat