PASBAR, HALUAN — Nagari Air Bangis, Kecamatan Sungai Beremas, Pasaman Barat terancam darurat ekonomi. Sekitar 10 ribu jiwa masyarakatnya akan kelaparan. Bahkan ada laporan, sejumlah anak-anak mulai makan sawit, karena tak ada lagi makanan di rumah.
Air Bangis yang denyut ekonominya bergantung pada laut menjadi penyebab utama anjloknya perekonomian warga, tak lain sebab, akibat kebijakan pemerintah juga. Tak kurang 80 persen dari jumlah penduduk Kecamatan Sungai Beremas, jika kondisi tetap berlarut-larut akan menderita nestapa kelaparan. Mulai dari anak-anak hingga orangtua. Mulai dari nelayan hingga masyarakat profesi lain.
Senin kemarin, sejumlah pemegang peran penting lancarnya ekonomi masyarakat Air Bangis kepada Haluan angkat bicara. Mereka seperti,Yudi Pendra Dt. Magek tagarang, toke ikan di TPI Air Bangis, Pengusaha Kapal dan nelayan, pengolah ikan, Ronal, Ketua KTNA Pasbar, Syamlidar dan Islahul Abdi, salah seorang pemilik Kapal di Air Bangis.
Menurut mereka, anjloknya ekonomi masyarakat Air Bangis saat ini, akibat tidak ada lagi nelayan di Air Bangis yang melaut sejak dua minggu terakhir. Sebabnya, mereka ketakutan untuk melaut. Sebab, kapal patroli pemerintah pusat terus berkeliaran di laut Air Bangis.
Sesuai Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan RI, nomor 2 tahun 2015 tentang larangan penggunaan alat penangkapan ikan pukat hela dan pukan tarik. Sementara, 100 persen nelayan Air Bangis, pandainya kelaut hanya dengan menggunakan alat yang dilarang menteri itu yakni jenis waring
Puncak ketakutan nelayan Air Bangis, pasca tertangkapnya satu kapal milik nelayan Air Bangis beberapa pekan laut di perairan laut Pasaman Barat.
“Kalau kami melaut, sama saja kami pergi menyerahkan diri. Masalahnya, bukan hanya waring yang disita, tapi dengan kapal serta para nakhoda. Kami takut, para awak kapal juga takut. Sehingga tidak ada satupun yang merani melaut,” kata mereka.
Mereka sampaikan, 43 persen produksi ikan Provinsi Sumatera Barat berasal dari Air Bangis, sejak dua pekan anjlok hingga nol persen. Bahkan, dikampung para nelayan itu, saat ini beredar ikan yang berasal dari Aceh.
Miris memang kondisinya, biasanya di Air Bangis geliat ekonomi berjalan bahkan 24 jam. Kini menjadi lesu, tanpa aktifitas sama sekali. Penjemuran ikan teri kosong melompog, produksi pengolahan ikan tutup. TPI hanya dihuni para lalat-lalat. Tukang becak biasa hilir mudik mengangkut es batangan, kini termenung lesu, tukang ojek terlelap dipangkalan akibat tak penumpang, kedai-kedai yang biasa ramai, kini menjadi lengang. Mati suri, kata itu mungkin yang pantas untuk Air Bangis saat ini.
Para tokoh Air Bangis tersebut mengatakan, mereka tidak mengancam atau mengada-ada. Jika seminggu lagi mereka tak melaut, hampir terpastikan kriminalitas di Air Bangis akan meningkat drastis. Bagaimanpun cara, hidup kata mereka harus terus diperjuangkan. Tak bisa dengan jalan halal, demi perut yang haram akan ditempuh.
“Akan terjadi aksi kriminalitas di Air Bangis, jika kondisi ini tetap bertahan. Akan banyak terjadi pencurian, perampokan dan lain-lain. Ya bagaimana, kami tidak bisa jamin sekitar sepuluh ribu masyarakat Air Bangis yang menggantungkan jawa selama ini pada laut tidak akan bertindak kriminal demi menyelamatkan perut mereka. Saya rasa ini akan segera terjadi,” kata Yudi Pendra menambahkan.
“Bukan hanya nelayan, semua macet, mulai dari tukang ojek, tukang becak, hingga pengusaha besar di Air Bangis, sekarang menangis, menderita. Bayangkan, semuanya itu butuh makan, butuh hidup. Bahkan sudah ada anak-anak yang makan sawit, setelah saya tanya kenapa makan sawit, rupanya tidak ada nasi di rumah, “ ungkap Ronal menimpali. .
Untuk itu kata mereka, tak ada cara lain kecuali pemerintah provinsi dan pusat turun langsung ke Air Bangis. Mencarikan mereka solusi tentang peraturan pemerintah itu.
Mereka katakan, jika mereka melaut saat ini, sementara kapal patroli terus mengintai. Sudah jelas saja mereka akan tertangkap. Sebab, alat yang mereka pakai hanyalah waring, mulai kapal jenis Bagan, porsen hingga kapal-kapal kecil.