– Kecantikan alam dan kemegahan Jam Gadang mungkin mendominasi wajah Ranah Minang.
Namun, tidak boleh terlupakan bahwa wilayah ini juga dikenal luas berkat harta kuliner yang diwariskannya.
Salah satu kekayaan kuliner yang tak hanya tersohor di Indonesia, melainkan juga di seluruh dunia, adalah rendang.
Menurut Journal of Ethnic Foods, Volume 4, Issue 4, Desember 2017, artikel berjudul "Rendang: The Treasure of Minangkabau" oleh Muthia Nurmufida, rendang adalah hasil perpaduan budaya masyarakat Minang dengan para pedagang India yang membawa sajian kari ke Indonesia.
Masyarakat Minang lantas mengadaptasi kari ini menjadi hidangan gulai yang dikenal dengan kuah, sebelum akhirnya bertransformasi menjadi rendang yang hampir tanpa kuah.
Proses pematangan rendang melibatkan proses memasak gulai selama 6 hingga 7 jam, dengan tujuan membuat daging menjadi lebih kering dan tahan lama.
Kata "rendang" berasal dari bahasa Minang, yaitu "randang," yang merujuk pada teknik memasak perlahan yang disebut "marandang."
Istilah "marandang" mengacu pada pengolahan dan pengadukan masakan dalam waktu lama dengan api kecil di atas kayu bakar hingga masakan mengering.
Sebagai warisan budaya dari masyarakat Minangkabau, rendang diyakini telah ada sejak tahun 1550 M, seperti yang dinyatakan dalam artikel "Struktur Simbolik Kuliner Rendang di Tanah Rantau" oleh Martian dan Robby Hidajat di Jantra, Jurnal Sejarah & Budaya, Vol. 9 no 1, Juni 2014.
Baca Juga: Gunung Padang: Bukit Bersejarah dengan Pemandangan Memukau dan Kisah Cinta Legendaris
Hal ini terjadi karena masyarakat Minangkabau pada waktu itu sering merantau dan membutuhkan makanan yang tahan lama sebagai bekal perjalanan.
Pada masa itu, rendang biasanya dibungkus dalam daun pisang.