bdadinfo.com

JMS dan FPL Sumbar Apresiasi Pembahasaan RUU PKS, Tapi Ini Catatan Penting yang Harus Jadi Perhatian - News

Direktur Eksekutif Nurani Perempuan, Rahmi Merry Yenti

News - Jaringan Masyarakat Sipil (JMS) untuk advokasi RUU Tindak Pidana Kekerasan Seksual dan Forum Pengada Layanan (FPL) mengapresiasi penyelenggaraan yang memberi ruang partisipasi masyarakat dalam pembahasan RUU TPKS.

Hal ini disampaikan Direktur Nurani Perempuan Rahmi Meri Yenti usai mengikuti rapat Panitia Kerja Rancangan Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (Panja RUU TPKS) bersama Pemerintah yang telah merampungkan harmonisasi pembahasan RUU Tindak Pidana Kekerasan Seksual (RUU TPKS).

Meri bersama Tanty Herida dari Koalisi Perempuan Indonesia Wilayah Sumbar dan Ramadhaniati dari LP2M Padang mengatakan dari hasil pembahasan tersebut, ada beberapa hal penting yang dicatat sebagai capaian.

Baca Juga: Puan Maharani Diapresiasi atas Perjuangannya dalam Pengesahan RUU TPKS saat Masih Menjabat Menko PMK

"RUU TPKS telah memasukan beberapa bentuk tindak pidana kekerasan seksual, yaitu pelecehan seksual non-fisik, pelecehan seksual fisik, pemaksaan kontrasepsi, pemaksaan sterilisasi, pemaksaan perkawinan, kekerasan seksual berbasis elektronik, penyiksaan seksual, eksploitasi seksual, dan perbudakan seksual," kata Meri dalam siaran pers.

Kemudian, capaian kedua dikatakannya yaitu masuknya peran lembaga penyedia layanan berbasis masyarakat dalam proses pendampingan dan perlindungan korban KS. Dengan demikian pemerintah harus memastikan kehadiran penyedia layanan berbasis masyarakat dalam pembentukan Pusat Layanan terpadu.

"Selanjutnya, adanya victim trust fund atau dana bantuan bagi korban kekerasan seksual dan ini menjadi angin segar untuk memastikan dukungan bagi korban dalam menjalani proses penangan perkara kekerasan seksual serta adanya ketentuan yang mewajibkan aparat penegak hukum untuk menggelar penyidikan dan proses hukum lain tanpa menimbulkan trauma bagi korban," ujarnya.

Baca Juga: Terpilih Jadi Salah Satu Provinsi Percontohan Penanganan Stunting di Indonesia, Sumbar Harus Lakukan Ini

Selain itu, dijelaskannya juga ada ketentuan yang melarang pelaku KS untuk mendekati Korban dalam jarak dan waktu tertentu selama berlangsungnya proses hukum dan ketentuan ini menjadi ujung tombak keselamatan korban KS yang tidak harus melarikan diri dari pelaku.

"Terakhir, capaian lain adalah adanya ketentuan tentang hak korban, keluarga korban, saksi, ahli dan pendamping yang merupakan upaya untuk memastikan pemenuhan hak korban dalam mendapatkan keadilan dan pemulihan, sekaligus memberikan perlindungan bagi keluarga, saksi, ahli dan pendamping korban," katanya.

Namun, selain beberapa capaian tersebut, pihaknya juga mencatat adanya poin penting yang masih harus mendapatkan perhatian lebih dalam pembahasan ini.

Baca Juga: Hakim Vonis Hukuman Mati pada Aipda Roni, Terpidana Kasus Perkosaan dan Pembunuhan 2 Perempuan

"Belum masuknya tindak pidana perkosaan dalam RUU TPKS karena perkosaan merupakan tindak kekerasan yang paling sering terjadi di seluruh wilayah Indonesia, dengan menggunakan modus, cara, dan alat, yang menimbulkan dampak berkepanjangan pada kelangsungan hidup para perempuan dan anak korban kekerasan seksual," ujarnya.

Menurutnya, modus perkosaan ini juga terjadi di tempat penyandang disabilitas tinggal dan bersosialisasi dan catatan penting lainnya yaitu belum masuknya akomodasi yang layak bagi korban, khususnya penyandang disabilitas, dalam setiap proses peradilan.

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat