bdadinfo.com

Pelaku Pelecehan Seksual Dibebaskan, Nurani Perempuan dan LBH Padang: Tidak Masuk Akal - News

Direktur Nurani Perempuan Rahmi Meri Yenti

News - Nurani Perempuan Woman Crisis Centre (NP WCC) dan Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Padang menyayangkan sikap Pengadilan Negeri Padang yang membebaskan terdakwa kasus pelecehan seksual terhadap anak dengan dalih pelaku tidak bersalah.

Sebagai informasi, terdakwa ditahan atas pelecehan seksual terhadap dua orang anak pada 7 September 2021 yang mulai disidang pada Maret, lalu putusan dibebaskan dibacakan Hakim dalam sidang yang digelar PN Padang 8 Juni 2022 dan terdakwa dibebaskan pada hari itu juga.

Direktur Nurani Perempuan, Rahmi Meri Yenti mengatakan dirinya menyayangkan putusan pengadilan tersebut karena menurutnya merupakan putusan paling tidak masuk akal semenjak Nurani Perempuan berdiri dari Tahun 2017.

Baca Juga: Nurani Perempuan WCC Padang Dorong Kasus Perkosaan Jadi Perhatian Khusus Semua Pihak, Ini Alasannya

"Kami sudah menerima 300 laporan kasus seksual, ada 5-9 kasus seksual setiap tahunnya yang sampai ke persidangan tapi ini putusan paling buruk di Peradilan Sumatera Barat untuk kasus pelecehan seksual," katanya saat ditemui di Sekretariat Nurani Perempuan, Jumat 24 Juni 2022.

Menurutnya, putusan didasari oleh logika hukum yang salah karena dalam persidangan, Jaksa Penuntut Umum menghadirkan dua orang saksi ahli yaitu Dokter dan Psikolog, serta 3 orang saksi lainnya.

"Namun, majelis hakim menolak semua keterangan korban, keterangan saksi dan keterangan saksi ahli, dimana penolakan tersebut tertuang dalam salinan putusan pidana nomor 34/Pid.Sus/2022/PN Pdg," katanya.

Baca Juga: RUU TPKS Sah Jadi UU, Berikut 9 Tindak Pidana Kekerasan Seksual yang Diatur

Kemudian dikatakannya keterangan anak tidak diterima majelis hakim, sementara keterangan anak merupakan bukti petunjuk yang ikut dikuatkan oleh keterangan ahli dan menjabarkan sesuai keilmuannya sehingga terjalin jawaban yang berkesinambungan.

"Sesuai Pasal 185 ayat (7) KUHAP yang intinya keterangan anak dan ahli diperlukan tapi ditolak majelis hakim," ujarnya. 

Sementara itu, dikatakan Rahmi Meri Yenti bahwa majelis hakim membenarkan keterangan saksi dari pihak terdakwa yang dihadirkan oleh PH terdakwa dan saksi tersebut merupakan orang tua dari terdakwa. 

Baca Juga: Kekerasan Seksual Pada Anak: Kenali Bahaya, Tanda, dan Cara Menyikapinya

"Sedangkan menurut Pasal 168 KUHAP pada intinya saksi-saksi sedarah dan atau sumando dengan terdakwa tidak dapat didengarkan keterangannya sebagai saksi dalam perkara Pidana," katanya.

Kemudian menurutnya bahwa fakta logika hukum sesat lainnya dalam persidangan yaitu korban diminta untuk mempraktekkan kejadian di dalam ruang sidang yang akan berdampak terhadap psikis korban. 

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat