- Bicara soal Indonesia tahun 1998, Soeharto tidak bisa lepas dari cap hitam. Namun, mereka yang berada di dekatnya, tentu menyimpan kisah berbeda, Mbak Tutut salah satunya.
Putri sulung Soeharto ini mengulik sejarah Indonesia tahun 1998. Melalui tulisannya, Mbak Tutut membagikan sisi lain yang mungkin tidak disangka khalayak umum.
Situasi genting yang terjadi di Indonesia, terutama di Jakarta pada tahun 1998 membuat semua orang merasa tidak aman. Termasuk, Mbak Tutut dan keluarga Soeharto lainnya.
Baca Juga: Pancasila Buddhis, Lima Sila Pedoman Hidup Umat Buddha
Kemarahan, umpatan, dan segala bentuk kritik dari rakyat yang ditujukan kepada Soeharto sempat tidak berterima bagi pihak keluarga, Mbak Tutut menulis demikian pada blog pribadinya.
Dilansir dari tututsoeharto.id, pada saat itu beberapa orang mengkhawatirkan keselamatan Soeharto dan menyarankannya mengungsi dari kediaman di Cendana.
“Saya tidak akan pergi ke mana-mana. Ini rumah saya. Saya akan tetap di sini. Sampaiken terima kasih saya pada sahabat-sahabat saya dari negara-negara lain.
Baca Juga: Viral di Medsos, Oknum Dosen Unand Lecehkan Mahasiswinya
"Tapi maaf, saya tidak akan meninggalken Indonesia. Saya lahir di Indonesia. Seandainya saya harus mati, saya akan mati di Indonesia, negeri di mana saya dilahirken," tulis Mbak Tutut meniru Soeharto.
Merasa haru dan bangga, Mbak Tutut menulis kalau dirinya sempat bertanya kepada Soeharto soal kondisi yang begitu brutal pada masa itu.
“Kenapa saya harus takut? Saya tidak bersalah. Saya sudah melakuken tugas saya dengan sebaik kemampuan yang saya punya.
Baca Juga: Tangkap Pelaku Pencabulan Anak di Bawah Umur, Ternyata Kakek-kakek
"Saya meyakini, bahwa yang turun ke jalan, hanya terhasut oleh kelompok yang menginginken Indonesia hancur," tutur Soeharto menjawab Mbak Tutut.
Mantan Presiden RI ini pun diceritakan meminta doa agar orang-orangnya yang dinilai Soeharto 'terhasut' dapat diampuni dan disadarkan oleh Allah.