bdadinfo.com

Suara Rakyat Sumbar Minta Presiden Cabut Kebijakan Ugal-ugalan dan Menyepelekan FABA - News

PADANG, - Sekira 20 aktivis dari koalisi Gerakan Suara Rakyat Sumbar dengan mengikuti protokol kesehatan Covid-19 melakukan aksi protes terkait penghapusan Fly Ash dan Bottom Ash (FABA) dari kategori Limbah Bahan Berbahaya Beracun (LB3).

Mereka melakukan aksi teatrikal dan membentangkan spanduk yang bertuliskan “Presiden Harus Mencabut Kebijakan Ugalugalan yang Mengubah Limbah B3 (FABA) menjadi Limbah Non-B3” di depan Kantor Gubernur Sumbar.

Simak Terus Berita Sumbar Hari Ini di

Hal ini ditujukan ke pemerintah untuk menggambarkan bahaya limbah batubara yang selama ini menghantui masyarakat yang tinggal di sekitar PLTU.

Aksi ini merupakan bagian dari aksi serentak jejaring #BersihkanIndonesia yang juga dilakukan di beberapa Kebijakan demi kebijakan ini hanya bertujuan agar industri daerah seperti di Bengkulu, Cilacap, Kaltim, Banten, energi kotor batubara dapat terus mengeruk untung dan Jakarta.

Simak Terus Berita Sumbar Terkini di

Sebagaimana diketahui, Presiden Jokowi berganda. Dihapusnya FABA dari daftar limbah B3 adalah Widodo telah menghapus limbah batubara hasil keputusan bermasalah dan berbahaya. Batubara mengandung pembakaran yaitu Fly Ash dan Bottom Ash (FABA) dari berbagai jenis unsur racun termasuk logam berat dan kategori Limbah Bahan Berbahaya Beracun (LB3).

Ketika batubara dibakar di pembangkit listrik, ini tertuang dalam peraturan turunan UU Cipta Kerja maka unsur beracun ini terkonsentrasi pada hasil yaitu Peraturan Pemerintah Nomor 22 Tahun 2021 pembakarannya yakni abu terbang dan abu padat (FABA) tentang Penyelenggaraan Perlindungan dan Ketika FABA berinteraksi dengan air, unsur perlahan, Pengelolaan Lingkungan Hidup.

Keputusan yang termasuk arsenik, boron, kadmium, hexavalent kromium, berpihak pada industri energi kotor batubara ini adalah timbal, merkuri, radium, selenium, dan thallium ke badan kabar buruk bagi lingkungan hidup, kesehatan lingkungan.

“Saya sangat kaget saat mengetahui Limbah masyarakat, dan masa depan transisi energi bersih FABA telah dikeluarkan dari daftar limbah berbahaya dan terbarukan nasional. Penetapan aturan ini tidak beracun oleh pemerintah. Entah bagaimana cara mereka terlepas dari desakan simultan sejak pertengahan tahun meneliti sehingga tiba-tiba saja FABA dikategorikan tidak 2020 oleh Asosiasi Produsen Listrik Swasta Indonesia berbahaya dan beracun," kata Gusrinal, salah seorang warga limbah B3 Desa Sijantang, Kota Sawahlunto, dalam keterangan tertulis yang diterima , Selasa (16/3/2021).

Semisal Covid-19, pemerintah dapat (APLSI) dan Asosiasi Pengusaha Indonesia (APINDO) mengatasinya dengan vaksin dan berbagai upaya lainnya termasuk Asosiasi Pertambangan Batubara Indonesia untuk menanggulanginya, kenapa upaya sungguh-sungguh (APBI-ICMA) yang menjadi bagian di dalamnya.

Tidak diupayakan untuk menyelamatkan kami yang setiap beracun ini dapat terlindikan secara Upaya masif hari selama bertahun-tahun menghadapi paparan FABA?.

"Oligarki batubara ini dimulai dari revisi UU Minerba, Sebagai masyarakat biasa yang selalu terpapar abu, kami UU Omnibus Law Cipta Kerja, proyek hilirisasi memastikan bahwa FABA sangat berbahaya bagi kesehatan batubara yang berusaha membajak RUU EBT, dan masyarakat sekitar yang berhadapan dan berdampingan sekarang dengan menghapus limbah FABA dari jenis langsung dengan PLTU,” ujar Gusrinal.

“Sebagian warga kerap mengeluhkan iritasi mata yang disebabkan abu terbang (yang dihasilkan PLTU). Ada juga yang mengalami gatal-gatal, walaupun sebagian warga. Kami di Sijantang terpaksa memilih untuk tidak beraktivitas di luar rumah karena paparan abu terbang yang terjadi terus-menerus. Kami juga menduga, bahwa Infeksi Saluran Pernafasan (ISPA) yang banyak dialami warga Sijantang juga disebabkan oleh FABA. Belum lagi persoalan lain yang dialami sejak PLTU Ombilin beroperasi. Yakni, dampak terhadap kondisi batang (sungai) ombilin yang tercemar sehingga saat ini nyaris tak lagi menghasilkan ikan. Dugaan kami pencemaran air di sungai ombilin tersebut disebabkan oleh pembuangan limbah PLTU yang dilakukan secara sembunyi-sembunyi," tegas Gusrinal.

“Makanan kami sering kali dipenuhi abu-abu yang beterbangan, masuk ke rumah melalui ventilasi dan celah-celah rumah, apakah mungkin kami terus-terusan mengonsumsi abu? Dan apakah makanan yang terkontaminasi abu-abu itu tidak berbahaya jika kami makan? Begitupun dengan pakaian yang dijemur, kami cuci (agar) bersih, namun kembali dikotori abu. Menjemur kerupuk pun juga begitu. Kapan kami bisa menghirup udara bersih?,” kata Gusrinal menambahkan.

Kondisi yang disampaikan Gusrinal tersebut, sejalan dengan data Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2020. Data statistik menunjukan Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) menempati urutan paling atas dalam daftar 10 penyakit terbanyak di seluruh puskesmas di Sawahlunto, dengan persentase sebesar 18.72 % atau sebanyak 12.660 kasus. Sedangkan data untuk Puskesmas Talawi, jumlah kasus ISPA mencapai 5.038 kasus atau 22.19 %.

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat