- Jika mendengar Jam Gadang, masyarakat Indonesia sudah langsung mengingat bahwa bangunan tersebut adalah Ikon wisata kota Bukittinggi, Sumatera Barat.
Jam Gadang sudah lama menjadi ikon wisata tidak hanya bagi kota Bukittinggi, namun juga seluruh Warga Sumatera Barat.
Jam Gadang menjadi salah satu destinasi wisata terfavorit di Sumatera Baik baik bagi wisatawan lokal, nasional, hingga mancanegara.
Baca Juga: Dinas Perindag Provinsi Sumbar Gelar Sosialisasi Konsumen Cerdas di Kabupaten Agam
Lalu, bagaimana sejarah awal pembangunan Jam Gadang tersebut hingga bisa menjadi ikon Sumatera Barat? Berikut Penjelasannya:
Dikutip dari situs Pemkot Bukittinggi, Jam Gadang sebenarnya merupakan hadiah dari Ratu Belanda kepada Rook Maker, sekretaris atau controleur Fort de Kock (sekarang Kota Bukittinggi) pada masa pemerintahan Hindia Belanda.
Perancang Jam Gadang ini adalah seorang warga asli Sumbar bernama Yazid Rajo Mangkuto dan proses peletakan batu pertama dilakukan oleh putra Rook Maker yang kala itu masih berusia 6 tahun.
Pada masa pembangunannya, Jam Gadang merupakan proyek yang menghabiskan dana sekitar 3.000 Gulden.
Jumlah tersebut dapat dikategorikan sebagai biaya yang fantastis pada masa tersebut.
Sejak dibangun dan diresmikan, menara jam ini segera menarik perhatian semua orang dan menjadi pusat perhatian di Kota Bukittinggi.
Keberadaan Jam Gadang juga menjadi penanda dan markah tanah yang penting serta menjadi titik nol kota tersebut.
Sejak pendiriannya, Menara Jam ini telah mengalami tiga kali perubahan bentuk atapnya.
Pada awalnya, saat dibangun pada masa pemerintahan Hindia Belanda, atap Jam Gadang memiliki bentuk bulat dengan patung ayam jantan yang menghadap ke arah timur di bagian puncaknya.
Namun, ketika Jepang menduduki wilayah tersebut, bentuk atapnya diubah menjadi mirip pagoda.