bdadinfo.com

Kontroversi Rasisme di Perancis: Larangan Jilbab bagi Pemain Sepak Bola Perempuan dan Penembakan Remaja - News

Kontroversi Rasisme di Perancis: Larangan Jilbab bagi Pemain Sepak Bola Perempuan dan Penembakan Remaja/Freepik

 – Penembakan remaja dan Larangan Pemakaian Jilbab: Dua Wajah Perpecahan Rasis di Prancis

Penembakan Nahel Merzouk oleh polisi yang hampir bersamaan dengan larangan jilbab di sepak bola menjelaskan krisis identitas dan inklusi di Prancis.

Mama Diakité adalah seorang warga negara Prancis, dibesarkan di pinggiran kota Paris oleh dua orang tua imigran, tidak jauh dari tempat di mana seorang anak laki-laki berusia 17 tahun ditembak oleh polisi saat pemberhentian lalu lintas saat itu.

Ketika mobil-mobil dibakar dan barikade dipasang di lingkungannya karena penembakan tersebut, ia mendapat kabar dari pengadilan administratif tertinggi di negara itu bahwa ia tidak dapat lagi memainkan olahraga paling populer di Prancis sepak bola jika tetap mengenakan jilbab.

Pada hari Kamis 29 Juni 2023 Conseil d'Etat membuat peraturan larangan Federasi Sepak Bola Prancis untuk mengenakan simbol-simbol agama yang jelas, sesuai dengan prinsip dasar negara yaitu laïcité, atau sekularisme.

Peraturan tersebut membuat Diakité terkejut, marah dan kecewa. "Saya merasa dikhianati oleh negara, yang seharusnya menjadi negara yang menjunjung tinggi hak asasi manusia," kata Diakité, 25 tahun.

Diakité berhenti bermain sepak bola karena peraturan tersebut. "Saya tidak merasa aman karena mereka tidak menerima siapa saya." Ucapnya. 

Dalam beberapa tahun terakhir, berbagai penelitian telah menunjukkan betapa lazimnya diskriminasi rasial di Prancis, terutama di kalangan polisi.

Baca Juga: Tren Negatif Disney dalam Animasi Semakin Memalukan Setelah Keberhasilan Besar Netflix

Pada tahun 2017, sebuah investigasi yang dilakukan oleh ombudsman kebebasan sipil Prancis, Défenseur des Droits, menemukan bahwa "pemuda yang dianggap berkulit hitam atau Arab" memiliki kemungkinan 20 kali lebih besar untuk diperiksa identitasnya oleh polisi dibandingkan dengan populasi lainnya.

Pekan lalu, juru bicara Komisioner Tinggi Hak Asasi Manusia Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) meminta Prancis untuk secara serius menangani masalah rasisme dan diskriminasi yang mendalam dalam penegakan hukum.

Kementerian Luar Negeri Prancis menyebut tuduhan tersebut "sama sekali tidak berdasar" dan mengatakan bahwa polisi Prancis "melawan dengan tegas rasisme dan segala bentuk diskriminasi."

Pada saat yang sama, sikap masyarakat Prancis mengeras akibat serangkaian serangan teroris yang mengerikan sejak tahun 2015.

Diskusi tentang ras di Prancis sangat tabu, karena bertentangan dengan cita-cita pendiri republik ini bahwa semua orang memiliki hak universal yang sama dan harus diperlakukan sama.

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat