- Kisah perjuangan mempertahankan kemerdekaan Republik Indonesia ketika adanya Agresi Belanda juga datang dari peran perempuan minang.
Pada saat itu, tepatnya tahun 1947 perempuan minang berhasil mengumpulkan 15 Kilogram emas yang dimilikinya untuk membeli pesawat terbang pertama Republik Indonesia.
Adapun pesawat terbang tersebut diperuntukan untuk menembus blokade yang dilakukan oleh pemerintah Hindia - Belanda saat agresi militer Belanda.
Baca Juga: Harga Tiket Pesawat Jakarta Medan pada Agustus 2023, Ada Super Air Jet sampai Garuda Indonesia
Sebagaimana yang diketahui, pasukan NICA yang datang memboncengi Belanda pasca kemerdekaan Republik Indonesia, memiliki keinginan untuk menancapkan kembali kekuasaannya.
Sejak akhir tahun 1945, NICA saat itu sudah melakukan blokade terhadap wilayah laut Indonesia. Bahkan pada 21 Juli 1947, pasukan NICA juga melancarkan serangan untuk menduduki sejumlah wilayah di Indonesia.
Salah satu kota yang menjadi sasaran Belanda saat itu adalah Kota Yogyakarta, yang menjadi pusat pemerintahan saat itu.
Baca Juga: Rekomendasi Kolam Pemandian Air Panas Alami yang Murah Meriah, Tepat di Kaki Bukit di Sumatera Barat
Menyadari hal tersebut, Presiden Soekarno kemudian menyiapakan Kota Bukittinggi sebagai Ibukota Kedua Republik Indonesia sebagai pusat pemerintah apabila Kota Yogyakarta berhasil diduduki Belanda.
Pada tahun 1947 pun kemudian Wakil Presiden Muhammad Hatta dan beberapa rombongan lainnya, seperti Gubernur Jawa Timur saat itu, serta Menteri Pekerjaan Umum dan beberpa orang lainnya berkantor di Kota Bukittinggi.
“Selama 7 bulan Bung Hatta sampai di Bukittinggi itu bulan Juni 1947 . Kemudian beliau lansung aktif memimpin pemerintahan dari Bukittinggi,” ucap Hasril Chaniago, Pegiat Sejarah dikutip dari kanal Youtube Melawan Lupa, 6 Agustus 2023.
Pada saat itu aksi blokade Belanda terhadap wilayah Indonesia, baik jalur perdagangan dan sebagainya membuat Indonesia mengalami banyak kerugian hingga mengalami kekosongan kas negara.
“Melalui blokade ekonomi ini dan kawasan laut juga diblokade oleh pemerintahan Kolonial Belanda. Sehingga hubungan pemerintah Indonesia dengan luar negeri juga mengalami permasalahan,” ucap Syamdani, Pegiat Sejarah Sumbar.
Kerugian yang terus menerus berlanjut, membuat pemerintah Indonesia terus mencari cara untuk bisa menembus blokade Belanda.