bdadinfo.com

3 Faktor Ini Dinilai Jadi Fondasi Orang Minangkabau Menganut Sistem Matrilineal, Apa Saja? - News

Tangkapan Layar YouTube bpk3sumbar




- Minangkabau adalah salah satu suku besar di Indonesia yang menganut sistem matrilineal. Matrilineal sendiri artinya menarik garis keturunan dari ibu. Hal ini unik, dikarenakan paham ini berbeda dengan apa yang dianut oleh suku lainnya.

Sistem matrilineal sudah dianut lebih dulu oleh orang minang sebelum Islam masuk. Kemudian, setelah Islam masuk ke Minangkabau, orang minang tetap bernasab kepada ayah.

Sebagaimana dikutip dari video yang diunggah di kanal YouTube bpk3sumbar pada 8 Desember 2021, Yus Dt. Parpatiah mengungkapkan:

Baca Juga: Pemkab Tegaskan Komitmen Majukan Pendidikan di Solsel

“Sekarang orang Minangkabau memakai keduanya. Bukan garis keturunan yang dipakai dengan istilah bukan nasab, tapi suku. Bersuku kepada ibu, bernasab kepada ayah,” kata Yus Dt. Parpatiah.

Adapun contoh bukti dalam bernasab pada ayah dapat terlihat ketika seorang perempuan menikah, maka yang akan menjadi wali nikahnya adalah ayahnya, kakeknya, saudara lelaki kandung, saudara lelaki seayah, dan seterusnya.

Contoh lainnya juga dapat dilihat dari seorang ulama Buya Hamka. Nama Hamka sendiri adalah singkatan dari H. Abdul Malik Karim Amrullah, di mana ini adalah nasab.

Namun, sebagai orang minang, Buya Hamka sendiri pun mengakui ia adalah orang yang bersuku dan sukunya adalah Tanjung, bahkan ia juga memangku jabatan kepala adat yang bergelar Datuk Indomo.

Buya Hamka telah membuktikan bahwasanya ia memakai keduanya. Sebagai muslim, ia memakai nasab dari garis ayah yang mengacu dengan ajaran Islam dan sebagai orang minang, ia menggunakan sistem matrilineal yang menarik garis suku dari ibunya.

Baca Juga: Menilik kekuatan Galatasaray Jelang Menghadapi Manchester United di Europa Champions League 'UCL' Group A

Orang minang menganut sistem bersuku kepada ibu, bukan kepada ayah tentu bukan tanpa alasan. Mengulik dalam sejarahnya, ternyata ada tiga faktor yang membuat hal itu terjadi hingga saat ini.

Yang pertama adalah alasan cinta kasih. Dari zaman dahulu hingga sekarang, hubungan anak dengan ibu dinilai lebih dekat, daripada hubungan anak dengan ayah.

Ayah dinilai lebih sering bepergian keluar rumah untuk mencari nafkah, dibanding ibu yang seringnya berada di rumah bersama dengan anak-anaknya.

Keintiman dengan ibu dirasa jauh lebih melekat dengan sang anak, karena seorang ibu akan terus mendampingi anaknya. Hal ini terlihat sejak seorang ibu melahirkan, mendidik, serta mengasuh anaknya.

Peran ibu begitu penting, maka bagi orang Minangkabau, ibulah yang paling berjasa dalam kehidupan.

Hal ini yang membuat orang Minangkabau mengambil induk kesukuan dari seorang ibu, karena dianggap layak dan inilah yang diambil untuk menjadi asal usul suku di Minangkabau.

Selanjutnya, untuk faktor kedua lebih kepada konsep perhitungan matematika. Yus Dt. Parpatiah mengungkapkan bahwa, sistem matematis yang dimaksud adalah dalam peranan ibu daripada ayah.

Dalam hal bertani misalnya, ketika seorang ayah dan ibu sama-sama mengelola sawah, namun asset yang ada lebih banyak yang dimiliki ibu dibanding ayah. Lebih jauh lagi, mereka memiliki bibit awal yang sama, namun tetap ibu yang punya sawahnya.

Dalam prosesnya pun, mulai dari tanam benih hingga panen, ternyata peran yang dilakukan ibu lebih banyak ketimbang ayah.

Hal ini selaras dengan ajaran Islam bahwa, selain memuliakan Rasulullah, setelahnya manusia wajib memuliakan ibu, ibu, ibu, lalu ayahnya.

Perbandingan 3:1 dari sosok ibu yang diulang secara tiga kali dan ayah satu kali, dirasa sebanding dengan perbandingan 6:2 dalam proses bertani tadi yakni enam proses bertani yang dilakukan ibu dan dua proses bertani yang dilakukan ayah.

Kemudian yang terakhir adalah faktor logika. Seorang anak yang keluar dari rahim ibunya, pasti anak ibunya. Akan tetapi, secara biologis belum tentu anak tersebut adalah anak dari ayahnya.

Misalnya ada hal seperti “kecelakaan” atau bisa saja ibunya “selingkuh” dan alasan-alasan lainnya yang menjadikan seorang ayah tadi bukan ayah biologis sang anak.

Akhirnya, inilah ketiga faktor yang dinilai oleh orang Minangkabau sebagai fondasi dasar untuk mengambil suku dari garis ibu, karena orang yang paling berjasa dalam hidup adalah ibu.***

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat