bdadinfo.com

Ternyata Ini Alasan Orang Palembang Mirip dengan Etnis Tionghoa - News

Masjid Cheng Ho, Bukti Akulturasi Etnis Tionghoa dan Masyarakat Palembang    (masjidnusantara.org)




- Sebagai salah satu kota tertua di Indonesia, Palembang memiliki banyak sejarah dan peninggalan di dalamnya. Salah satunya keberadaan orang Tionghoa yang dapat dikatakan cukup banyak  di kota Palembang tersebut.

Bahkan banyak kelompok masyarakat yang menganggap orang Palembang merupakan salah satu kelompok dari etnis Tionghoa.

Walaupun di daerah lain seperti suku Dayak dan Manado dianggap mirip dengan etnis Tionghoa, masyarakat Palembang ternyata juga sudah lama mendapat predikat mirip dengan etnis tersebut.

Lantas bagaimana sejarah Tionghoa di Palembang dan mengapa masyarakat tersebut sangat mirip dengan etnis Tionghoa? Berikut penjelasannya.

Baca Juga: Komitmen Pemenuhan Terhadap Hak Anak, Kota Pariaman Diganjar Penghargaan KLA Tahun 2023

Pada masa berdirinya Kerajaan Sriwijaya yang berpusat di Palembang, hubungannya dengan Tiongkok telah terjalin sejak lama.

Kerajaan Sriwijaya dianggap sebagai pusat agama Buddha dan juga menjadi tempat yang ideal untuk belajar dan mempersiapkan perjalanan ke India.

Pada tahun 671 Masehi, seorang pendeta agama Buddha dari Tiongkok bernama I-Tshing datang ke Palembang. Ia menetap selama enam bulan sebelum melanjutkan perjalanan ke India.

Kemudian, pelajar hingga imigran Tionghoa lainnya berdatangan ke Palembang untuk belajar dan berdagang.

Mereka membawa barang dagangan seperti keramik dan sutra untuk diperdagangkan di wilayah tersebut.

Baca Juga: Gempa Berkekuatan 4,2 Magnitudo Guncang Tua Pejat Mentawai

Gelombang imigran terus berlanjut hingga masa keruntuhan Kerajaan Sriwijaya, yang menyebabkan terjadinya kekosongan kekuasaan di Palembang.

Bahkan setelah kejatuhan Sriwijaya, banyak imigran dari China termasuk perompak datang ke Palembang bersama keluarga mereka untuk menetap.

Situasi dan kondisi tirani yang berlaku di Dinasti Ming di Cina juga mendorong para pengusaha untuk bermigrasi ke Palembang.

Mereka mencari perlindungan dan peluang ekonomi yang lebih baik di kota Palembang tersebut.

Kehadiran komunitas Tionghoa di Palembang memberikan sumbangan signifikan bagi perkembangan ekonomi dan budaya di wilayah tersebut.

Pada awal abad ke-15, Laksamana Cheng Ho dari Cina daratan diutus untuk datang ke Palembang bersama dengan para pengikutnya.

Kedatangannya bertujuan untuk mengatasi ancaman bajak laut Chen Zuyi dari Guandong, sekaligus menyebarkan agama Islam di wilayah tersebut dan menetap dalam jangka waktu yang cukup lama.

Selama tinggal di Palembang, Laksamana Cheng Ho dan para pengikutnya berinteraksi dengan penduduk lokal.

Mereka bahkan memutuskan untuk menikahi wanita pribumi, dan begitu juga dengan para prajuritnya.

Akibatnya, keturunan mereka memiliki fisik yang merupakan campuran wajah pribumi dengan Tionghoa.

Tidak hanya itu, catatan berita dari Cina pada zaman dahulu juga mencatat bahwa banyak pedagang dari Cina menikah dengan penduduk lokal di Palembang dan memilih untuk menetap di sana.

Bahkan sebelum kedatangan Cheng Ho, telah ditemukan pemukiman yang dihuni oleh orang-orang Tionghoa.

Maju beberapa ratus tahun setelahnya, praktik perkawinan campur juga telah terjadi di kerajaan Palembang Darussalam yang dipimpin oleh Sultan Mahmud Badaruddin I pada masa pemerintahannya dari 1724 hingga 1757.

Sebagaimana dicatat dalam buku "Ungrounded Empires: The Cultural Politics of Modern Chinese Transnationalism" yang ditulis oleh Aihwa Ong dan Donald Nonini, sang sultan menikahi seorang perempuan keturunan Cina.

Tidak hanya sang sultan, tetapi juga beberapa anggota keluarga kerajaan dan bangsawan lainnya juga melakukan perkawinan campur dengan orang-orang Tionghoa.

Pada saat itu, Sultan Mahmud Badaruddin I menjalin hubungan yang erat dengan banyak keturunan Tionghoa yang kemudian membantu dalam pengelolaan tambang timah di Bangka.

Bisa dikatakan bahwa mereka berperan sebagai pejabat pengelola tambang timah.

Para pejabat tambang ini kemudian membuat kontrak untuk membawa buruh dari Cina daratan secara besar-besaran sebagai tenaga kerja tambang.

Akibatnya, gelombang migrasi ini menyebabkan banyak orang Tionghoa menetap di Palembang dan Bangka, dan pada akhirnya terjadi perkawinan campur antara orang-orang Tionghoa dan penduduk lokal.

Seiring berjalannya waktu, perkawinan campur ini mengakibatkan banyak orang Palembang memiliki ciri-ciri fisik mirip dengan orang-orang Tionghoa, dan hal ini masih terlihat hingga saat ini.***

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat