bdadinfo.com

Tanggapi Edi Darmawan Salihin, Hotman Paris Beri Solusi Grasi untuk Kasus Pembunuhan Mirna - News

Ilustrasi (Akun Instagram @netflixid)




- Hotman Paris Hutapea kembali memberi tanggapan mengenai grasi terhadap pernyataan Edi Darmawan Salihin yang sedang kembali viral karena adanya film dokumenter Netflix berjudul Ice Cold: Murder, Coffee and Jessica Wongso, yang membahas kasus pembunuhan Wayan Mirna Salihin.

Dokumenter Netflix berjudul Ice Cold: Murder, Coffee and Jessica Wongso rilis di Indonesia pada tanggal 28 September 2023 dan menuai beragam respon dari masyarakat Indonesia.

Beragam respon dan pendapat mengenai dokumenter tersebut tidak lepas dari pernyataan dan sikap yang diberikan oleh ayah korban, Edi Darmawan Salihin. Hal tersebut juga dipicu karena terdapat beberapa kejanggalan yang dibukakan dalam Dokumenter Netflix Ice Cold: Murder, Coffee and Jessica Wongso tersebut.

Baca Juga: 105 KK di Nagari Koto Nan Tigo IV Koto Hilie Pesisir Selatan Terima Bantuan Itik

Sebagaimana dikutip dalam postingan yang diunggah akun Instagram @hotmanparisofficial, dijelaskan oleh Hotman Paris bahwa jelas dalam putusan kasus pembunuhan Mirna, tidak ada bukti yang secara direct atau secara langsung yang dapat membuktikan bahwa Jessica Wongso yang menaruh sianida di kopi Mirna. Artinya, semua analisa adalah opini dari hakim.

Di sisi yang lain, Hotman Paris juga menjelaskan suatu fakta bahwa putusan Mahkamah Agung mengenai kasus tersebut sudah final, sehingga tidak bisa diajukan upaya hukum apapun.

Namun, beliau juga memberikan solusi grasi bagi masyarakat yang menginginkan agar Jessica bebas mengingat suatu hal yang wajar apabila masyarakat meragukan putusan yang didasari oleh bukti yang indirect atau bukti yang tidak secara langsung.

Oleh karena itu, dapat dipahami terlebih dahulu apa yang dimaksud Hotman Paris mengenai grasi yang secara normatif merupakan solusi bagi kasus pembunuhan Mirna.

Baca Juga: Soal Calo Tiket Marak, Ini Kata CEO Semen Padang FC

Di Indonesia, grasi diatur dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2010 yang telah mengubah Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2002 tentang Grasi. Tidak semua pasal diubah, hanya beberapa saja yang mengalami perubahan.

Mengenai definisi dari grasi itu sendiri tidak terjadi perubahan dalam kedua undang-undang tersebut, dimana grasi diartikan sebagai pengampunan dari presiden dalam bentuk perubahan, peringanan, pengurangan, atau penghapusan pelaksanaan pidana kepada orang yang dipidana berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap.

Dipaparkan dengan jelas dalam Pasal 2 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2010 bahwa Terpidana dapat mengajukan grasi kepada Presiden atas putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap, namun untuk putusan pemidanaan, grasi hanya dapat dimohonkan pada pidana mati, pidana penjaran seumur hidup atau pidana penjara dengan jangka waktu paling rendah dua tahun. Itupun hanya dapat diajukan sebanyak satu kali.

Jadi, melalui penjelasan tersebut, dapat dikatakan bahwa grasi merupakan hak prerogatif yang dimiliki oleh seorang presiden. Hak prerogatif artinya hak yang dipunyai presiden dimana sifatnya istimewa, independent, dan mutlak. Hak tersebut diberikan oleh konstitusi.

Selain grasi, ada pula amnesti, abolisi, dan rehabilitasi yang merupakan hak prerogatif presiden atau kepala negara juga.

Baca Juga: Hotman Paris Soal Kasus Jessica-Mirna: Surati Presiden untuk Mendapatkan Grasi!

Walaupun grasi merupakan hak prerogatif presiden, pemberian grasi bukanlah hak absolut dari presiden karena menurut Pasal 14 UUD 1945 setelah perubahan, hak presiden memberi grasi juga harus memperhatikan pertimbangan yang diberikan oleh Mahkamah Agung.

Berbeda dengan abolisi dan amnesti, pertimbangan Dewan Perwakilan Rakyat yang harus diperhatikan presiden atau kepala negara dalam memberikan kedua hal tersebut.  

Tujuan adanya pertimbangan tersebut agar terjadi monitoring terhadap penyelenggaraan pemerintah yang dilakukan oleh presiden itu sendiri.

Bentuk pemberian grasi juga beragam. Ada grasi dalam bentuk peringanan atau perubahan jenis pidana. Ada pula pengurangan jumlah pidana atau penghapusan pelaksanaan pidana.

Pemberian grasi di Indonesia itu sendiri sudah pernah dilakukan, contohnya dalam kasus pembunuhan Antasari Azhar diberikan pengurangan masa tahanan selama 6 (enam) tahun dari pidana penjara awal, yaitu 18 (delapan belas) tahun.

Dalam kasus pembunuhan Mirna, grasi dapat dilakukan apabila kedua belah pihak setuju, baik pihak Jessica Wongso dan presiden.

Itulah sebabnya, diakhir pendapat Hotman Paris, beliau memberikan solusi agar masyarakat menyurati Jessica Wongso dan Presiden Joko Widodo agar keduanya setuju dan dapat diberikan grasi dalam kasus pembunuhan Mirna ini.***

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat