– Delapan untai tali menjuntai di tengah panggung, para penari memasuki area panggung dengan selendang songket yang bekilauan.
Terlihat, para penari ini berputar berkeliling dengan poros juntaian dan mengaitkan selendang songketnya dengan ujung kain-kain itu untuk memulai tari pilin salapan yang memukau.
Tari pilin salapan merupakan warisan daerah Air Bangis, Pasaman Barat, yang memperlihatkan kekompakan dan kesatuan masyarakat setempat, mewujudkan kehidupan rukun dan damai.
Baca Juga: Menyelisik Museum Bung Hatta, Mengungkap Jejak Sejarah Mohammad Hatta di Bukittinggi
Pesan itu tersirat dalam jalinan delapan untai kain yang membentuk sebuah anyaman rapi yang mengandung makna tersendiri bagi warga Pasaman Barat.
Dahulu, daerah Air Bangis dipimpin oleh delapan orang penghulu, empat penghulu kawasan luar, dan empat penghulu kawasan dalam.
Kerjasama di antara kedelapan penghulu ini membangun rasa persatuan yang kuat antar masyarakat kawasan tersebut, bahkan melewati era kemerdekaan RI.
Baca Juga: Saksi Sejarah! Padukan Arsitektur Klasik, Masjid Tuo Koto Nan Ampek di Luhak Limo Puluah Masih Kokoh
Tari pilin salapan merupakan hasil pengembangan kreatif dari tari klasik Melayu bernama tari salapan.
Kedua tarian ini menggunakan delapan helai kain yang digantungkan dari langit-langit ruangan, dan gerakan yang dinamis mengikuti pola anyam yang rumit.
Kekompakan penari menjadi kunci keberhasilan tarian ini, karena kesalahan gerakan dapat mempengaruhi keseluruhan hasil anyaman yang terbentuk.
Baca Juga: Bupati Tanah Datar Eka Putra Motivasi KPM PKH jadi Pengusaha, Ajak Manfaatkan Progul
Meski tari pilin salapan berbeda dari tari salapan dalam segi aransemen pengiring, pesan tentang kerukunan dan persatuan tetap menjadi inti dari kedua tarian ini.
Tari salapan dari Ranah Nata (Mandailing Natal, Sumatera Utara) menggambarkan kehidupan masyarakat heterogen dengan 8 etnis yang berbeda.