- Di Matotonan, sebuah desa indah di Pulau Siberut, Mentawai, terhampar sajian kekayaan kuliner yang unik dan lezat, salah satunya sagu panggang Kapurut.
Tidak sekadar hidangan, Sagu Panggang Kapurut membawa makna mendalam yang menghubungkan generasi-generasi dalam sebuah tradisi Suku Mentawai yang kaya.
Sagu, tanaman yang tumbuh subur di sekitar desa-desa Mentawai, telah menjadi sumber kalori utama bagi penduduk setempat.
Baca Juga: Sering Dipakai di Atap Rumah Warga Sumbar, Ini 5 Kekurangan Material Seng yang Wajib Diketahui!
Namun, bagaimana cara sagu ini diolah menjadi hidangan yang lezat dan istimewa? Proses pembuatan Sagu Panggang Kapurut melibatkan keahlian dan cinta terhadap tradisi.
Pertama-tama, sagu yang sudah siap dimasak dimasukkan ke dalam daun sagu, kemudian dibentuk seperti lontong namun dengan ukuran yang lebih tipis.
Selanjutnya, bungkusan daun sagu ini diletakkan di atas tungku pembakaran yang masih mengusung bentuk tradisional.
Penggunaan kayu sebagai bahan bakar menjadikan proses pembakaran sagu panggang kapurut lebih alami dan memberikan aroma wangi yang khas.
Dalam proses pembakaran yang memakan waktu sekitar satu jam, Sagu Panggang Kapurut berubah menjadi penganan yang menggoda selera.
Saat sudah matang, wangi daun yang terbakar menguar begitu harum, mengundang siapa saja yang menciumnya untuk mencicipi kelezatannya.
Baca Juga: Pembangunan Masjid Al-Kaffah, Wako Hendri Septa; Jadikan Pusat Pembinaan Generasi Muda
Ketika daun sagu dibuka, terlihatlah kapurut sagu yang matang dengan sedikit bekas bakar yang memberikan sentuhan aroma ekstra.
Ukuran kapurut sagu yang tidak terlalu besar, hanya sekitar 20 cm, membuat pengalaman mengonsumsinya seperti menikmati permen alami yang agak keras.