- Mendengar nama Teuku Markam, bagi kebanyakan masyarakat kurang begitu dikenal pada zaman sekarang.
Padahal ia berperan besar dalam pembangunan daerah di Ibu Kota Jakarta, khususnya dalam pembangunan Monumen Nasional (Monas).
Teuku Markam merupakan penyumbang emas terbesar sebesar 28 kilogram yang kini berdiri kokoh di puncak Monas.
Teuku Markam juga berperan besar dalam pembangunan Stadion Utama Gelora Bung Karno, dimana ia terlibat dalam pembebasan lahan di kawasan tersebut.
Namun sayangnya, akhir hidupnya malah tidak berakhir baik karena kebijakan pemerintah Orde Baru.
Lalu, bagaimana kisah hidup dari Teuku Markam? Berikut penjelasannya:
Kehidupan Awal Teuku Markam
Teuku Markam lahir pada tahun 1925 di kampung Seuneudon dan Alue Capli, Panton Labu, Aceh Utara.
Ayahnya bernama Teuku Marhaban, dan sejak kecil, Teuku Markam menjadi yatim piatu setelah ayahnya meninggal dunia ketika dia berusia 9 tahun. Ibunya juga telah meninggal sebelumnya.
Untungnya, Teuku Markam mendapat perhatian dan kasih sayang dari kakaknya, Cut Nyak Putroe, yang mengasuh dan merawatnya.
Pendidikan formal Teuku Markam sempat berjalan hingga kelas 4 Sekolah Rakyat (SR).
Namun, situasi kehidupan yang sulit dan tuntutan zaman membuatnya memutuskan untuk tidak melanjutkan pendidikan lebih tinggi.