- Sebagai ibu kota baru Indonesia saaat ini tapi Bumi Etam Kalimantan Timur makin hari semakin rusak akibat pertambangan dan penebangan hutan yang masif.
Di berbagai tempat terlihat bukit yang semula penuh pepohonan hijau, berubah menjadi gundul dan tanahnya dikeruk diambil lapisan tanah hitamnya, batubara.
Dalam perjalanan via tol Samarinda Balikipapan terlihat bukit-bukit tandus yang menyisakan cadas orange kemerahan. Tanaman sekeliling juga mati kekeringan.
Bukan menjadi rahasia umum , begitu maraknya penambang batubara illegal di Kaltim.
Persoalan pokoknya terletak pada perijinan yang dipegang oleh Pusat. Sulitnya mengurus ijin menjadi alasan para penambang bertindak cepat.
Ijin belum turun mereka sudah beroperasi. Repotnya pemerintah daerah tidak bisa menindak karena kewenangan ada di Pusat.
Gubernur Kalimantan Timur Isran Noor berkali-kali menyatakan keprihatinannya dengan banyaknya penambang illegal.
Saat menyerahkan penghargaan Program Penilaian Kinerja Perusahaan (Proper) dalam pengelolaan lingkungan hidup minggu lalu menjelaskan bahwa Kaltim merupakan daerah penghasil devisa negara sebesar 32 bilion USD atau setara 500 triliun rupiah.
Sejak perijinan dan kewenangan ditarik ke Pusat, tak ada lagi kewenangan bagi Pemprov ataupun Kabupaten /Kota untuk melakukan pengawasan.
Bahkan belum ada izin sudah ditambang oleh oknum-oknum tak bertanggung jawab yang menyisakan kerusakan lingkungan.
Ditambah lagi masyarakat pemilik lahan mudah dibujuk untuk dibeli tanahnya guna dikeruk batubaranya oleh para penambang tak berijin.
Problem lainnya para pegiat lingkungan dihadapkan dengan ancaman-ancaman pengrusakan lingkungan oleh oknum-oknum yang tak berijin.