bdadinfo.com

Jokowi Berani! Dalam Tempo Waktu 7 Hari Masyarakat Adat di Kalimantan Hengkang dari Tanah Keramat Peninggalan Leluhur Demi Ibu Kota Baru - News

ahwa masyarakat adat tidak dapat dengan mudah menggantikan tanah mereka dengan uang atau properti lain karena hubungan spiritual yang mereka miliki dengan tanah kelahiran mereka.

 - Dalam perkembangan mengenai pembangunan Ibu Kota Negara (IKN) baru, otorita telah memberikan ultimatum kepada masyarakat adat untuk meninggalkan wilayah IKN dalam kurun waktu tujuh hari.

Keputusan itu memicu kritik dari berbagai pihak. Salah satunya, Joeni Arianto Kurniawan SH MA PhD, Pakar Hukum Adat UNAIR.

Ia menyoroti tentang bagaimana regulasi dalam mengakomodir kebutuhan dan hak masyarakat adat.

Baca Juga: Pemerintah Kota Pariaman Siap Berkolaborasi dengan Lantamal II Padang

Joeni menuturkan bahwa aturan hukum yang ada saat ini belum sepenuhnya mendukung masyarakat adat, terutama dalam kasus IKN.

“Undang-undang pengadaan tanah untuk kepentingan umum, termasuk IKN, memang mengharuskan pemilik tanah untuk melepaskan hak mereka demi pembangunan untuk kepentingan umum,” ujarnya.

Meskipun Undang-Undang No. 2 Tahun 2012 tentang Pengadaan Tanah bagi Pembangunan untuk Kepentingan Umum menyediakan kerangka kerja untuk pengambilalihan tanah.

Baca Juga: Presiden RI: Indonesia Jadi Pemain Global Supply Chain EV, PLN Siapkan Dukungan Penuh Pengembangan Industri dan Ekosistem Kendaraan Listrik

Menurut Joeni, masyarakat adat sering kali berada dalam posisi yang tidak menguntungkan.

Secara konstitusional, Pasal 18B ayat 2 Undang-Undang Dasar 1945 telah mengamanatkan perlindungan terhadap masyarakat adat dan hak tradisional mereka.

Namun, menurut Joeni, hingga saat ini belum ada undang-undang yang bisa berfungsi sebagai instrumen perlindungan masyarakat adat dalam akar permasalahan kasus penggusuran ini.

Joeni mengungkapkan bahwa masyarakat adat tidak dapat dengan mudah menggantikan tanah mereka dengan uang atau properti lain karena hubungan spiritual yang mereka miliki dengan tanah kelahiran mereka.

Ia menambahkan bahwa kompensasi yang layak harus mempertimbangkan nilai-nilai ini, bukan hanya nilai pasar tanah.

“Ketika kita berbicara tentang masyarakat adat, kita harus memahami bahwa mereka tidak dapat dengan mudah pindah atau menjual tanah mereka seperti orang lain. Mereka memiliki gaya hidup yang berbeda, yang sangat bergantung pada alam dan tradisi mereka,” ucapnya.

Lebih lanjut, Joeni menekankan pentingnya pemahaman negara terhadap nilai-nilai unik masyarakat adat.

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat