- Iwan Tarigan, juru bicara dari timnas AMIN, memberikan tanggapannya terkait sindiran yang dilontarkan oleh tim pembela Prabowo-Gibran atas laporan perselisihan hasil Pilpres yang diajukan ke Mahkamah Konstitusi.
Iwan Tarigan menegaskan bahwa hakim konstitusi memiliki hak untuk mengadili sesuai dengan aturan hukum yang berlaku.
Iwan Tarigan juga menyoroti bahwa pernyataan sindiran tersebut tidak seharusnya mengarah pada intimidasi terhadap pihak-pihak yang berada di pihak lawan.
Dalam pernyataannya, Iwan Tarigan menyatakan bahwa tidak ada alasan bagi pihak lawan untuk menangis atau mengalami intimidasi saat menghadapi sidang di Mahkamah Konstitusi.
"Kewenangan Mahkamah Konstitusi adalah mengadili pada tingkat pertama dan terakhir yang putusannya bersifat final untuk memutus sengketa kewenangan lembaga negara yang kewenangannya diberikan oleh undang-undang dasar," tegasnya.
Iwan juga menjelaskan bahwa gugatan yang diajukan oleh timnas AMIN ke Mahkamah Konstitusi merupakan sebuah upaya untuk menyelesaikan perselisihan hasil Pemilu.
Baca Juga: Update! PT HM Sampoerna Buka Lowongan Kerja Magang 2024, Tersedia 3 Posisi
Dia mengilustrasikan bahwa putusan Mahkamah Konstitusi sebelumnya terkait syarat usia Calon Presiden dan Wakil Presiden telah membuka peluang bagi Gibran Rakabuming untuk maju dalam Pilpres 2024.
Selain itu, Iwan juga mengungkapkan dugaan terkait instrumen penjabat kepala daerah dan indikasi penyalahgunaan bantuan sosial sebagai bukti dari rentetan proses kecurangan yang perlu ditinjau lebih lanjut.
Sebelumnya, Hotman Paris Hutapea, pengacara yang mewakili pasangan 02 dalam Pilpres 2024, menilai gugatan sengketa Pilpres yang diajukan oleh timnas AMIN ke Mahkamah Konstitusi sebagai permohonan yang dianggap cengeng.
"Kemudian waktu debat, tidak ada sama sekali. Sekarang kok, KPU dipermasalahkan, tidak memenuhi syarat. Jadi itu sudah benar-benar saya katakan itu permohonan yang super-super cengeng," kata hotman yang videonya ada di instagram miliknya.
Hotman merasa heran bahwa pasangan Anies-Muhaimin dan Ganjar-Mahfud baru mempermasalahkan hasil pemilihan dan pencalonan Gibran setelah sebelumnya mereka mengakui keabsahan Gibran dalam dua kesempatan sebelumnya.