- Direktur Eksekutif Center of Economic and Law Studies (Celios), Bhima Yudhistira, menyatakan bahwa pelaku judi online tidak pantas disebut sebagai korban.
Pemerintah menyatakan bahwa pelaku judi online akan masuk ke Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS) sebagai penerima bansos.
"Harusnya masuk panti rehabilitasi yang dikelola pemerintah ataupun swasta," ucap Bhima ketika ditanya apakah pemain judi online pantas disebut korban dan mendapat bantuan.
Baca Juga: Ini Klaster Rosella Yang Terus Berkembang Berkat Pemberdayaan BRI
Dilansir dari berbagai sumber, pada 16 Juni 2024, jika pemerintah menyebut pelaku judi online sebagai korban, maka hal tersebut tidak pantas.
"Tidak pantas, itu justru menormalisasi judi online," tambahnya. Jika status mereka disebut korban, dampak dari bahaya judi online semakin masif.
Dengan alasan mereka disebut sebagai korban, sama dengan memberikan bantalan jaring pengaman sosial dari pemerintah kepada pelaku judi online.
Ibaratnya pemerintah kasih insentif bukan disinsentif orang main judi, hal tersebut justru bertolak belakang dengan semangat pemerintah untuk memberantas judi online.
Pelaku judi online harus direhabilitasi. Selama para pelaku menempati panti rehab, disana ada berbagai fasilitas termasuk pelatihan wirausaha.
Sehingga mereka akan dilatih untuk membangun usaha. Latihan-latihan wirausaha akan membantu untuk melanjutkan kehidupan mereka selepas dari rehabilitasi.
"Sehingga para pelaku judi online bisa pulih dan mempunyai pengetahuan selepas keluar panti rehab serta membuka usaha," tambah Bhima.
Pengamat ekonomi ini menjelaskan bahwa masih banyak orang miskin yang butuh masuk data terpadu kesejahteraan sosial (DTKS) dibandingkan para pelaku yang miskin karena judi online.