bdadinfo.com

Mendagri Tito Karnavian Blak-Blakan, Ini Kelebihan dan Kekurangan Kepala Daerah di Indonesia - News

Tito Karnavian


- Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tito Karnavian blak-blakan soal kepala daerah nakal dan sering kali tidak harmonis. Ketidakharmonisan tersebut lantaran perbedaan partai dan kepentingan.

Tito Karnavian secara gamblang menceritakan hal tersebut dalam podcast di kanal Youtube Sekretariat Kabinet RI.

Menurut Tito Karnavian adanya ketidak harmonisan antara gubernur dengan walikota atau bupati adalah karena ada faktor dari sistem Pilkada itu sendiri.

"Jadi, dengan sistem pilkada langsung ya, maka siapapun bisa menjadi kepala daerah, sepanjang popularitasnya bagus. Elektabilitasnya bagus. Dia bisa jadi dari birokrat, bisa dari politisi, bisa juga dari katakanlah aktivis, media, wartawan. Bisa juga mungkin dari artis, seniman, bisa juga dari olahragawan dan macam-macam," ujar Menteri Dalam Negeri dilansir dari Youtube Sekretariat Kabinet RI, Kamis, 9 Maret 2023.

Baca Juga: Hadapi Persikabo, PSM Makassar Berpeluang Perlebar Jarak dengan Persib dan Persija

Berangkat dari perbedaan tersebut, Tito meyakini setiap orang memiliki karakter yang berbeda-beda. Dia pun menyebut kekurangan dan kelebihan dari kepala daerah yang berlatarbelakang birokrat dan non birokrat.

"Nah, kan karakternya kan beda-beda setiap orang. Tidk ada karakter yang sama saya kira. Yang dari birokrat kekuatannya adalah dia mengerti tentang administrasi pemerintahan, keuangan sistem, dan lain-lain. Tapi kadang-kadang dari birokrat cenderung dia itu black and white. Dia hanya berpikir ini aturannya begini-begini karena dia ngerti aturan," sambung Tito.

Sementara itu, menurut Tito, kepala daerah yang berlatarbelakang non birokrat biasanya kerap tidak memahami aturan yang ada. Hal tersebut pun menjadi riskan untuk diakali oleh para bawahan. Di sisi lain, kebijakan yang dikeluarkan oleh kepala daerah non birokrat sering kali menjadi sebuah terobosan baru.

Baca Juga: Praktik Kejam di Balik Konservari Harimau Putih: Bisnis Kejam Tak Manusiawi

"Nah, sementara yang dari non birokrat, kelemahannya tidak paham aturan. Sehingga dia bisa dibodohi sama bawahannya, bisa saja. (Sehingga) mungkin melanggar hukum, tanda tangan, kena kasus. Sementara itu, kehebatannya dari yang non birokrat ini mereka berani untuk membuat kebijakan yang autobox, membuat terobosan-terobosan kreatif," tuturnya.

Tidak sedikit pula kepala daerah juga memiliki kompetensi. Tito mengibaratkan hal itu sebagai mutiara yang terpendam. Bahkan, kata dia, salah satu contohnya adalah Presiden Joko Widodo (Jokowi).

Baca Juga: Legislator PKB Tak Setuju Erick Thohir Pindahkan Depo Pertamina Plumpang: Tak Realistis, Butuh Biaya Besar!

"Jadi tidak sedikit ya, kepala daerah yang yang bagus. Dan kita menemukan mutiara-mutiara yang terpendam seperti Pak Jokowi misalnya, presiden yang berasal dari kepala daerah ya. Terpilih di Solo ya, jadi gubernur. Nah, tapi ya engga semua seperti Pak Jokowi. Banyak yang dia hanya memikirkan diri sendiri atau kelompoknya," jelas Tito.

Kerap kali, kepala daerah tak memikirkan secara murni rakyat yang memilihnya. Mereka, sambung Tito, lebih terpikir untuk mengembalikan biaya Pilkada mahal yang telah dikelyarkan.

Kadang kala, janji kampanye hanya sekadar janji. Saat terpilih, kepala daerah lupa dengan janji kampanye yang mereka ucapkan.

"Apalagi untuk biaya Pilkada mahal. Akhirnya gimana kembalikan uang Pilkada yang biaya tadi, ya korupsi. Akhirnya setelah itu ada juga yang pada waktu kampanye, semua janji keluar tapi begitu selesai kampanye lupa nggak dilaksanakan. Lupa rakyatnya. Begitu kemudian menjelang pemilu berikutnya, baru datang lagi ke rakyatnya," ungkapnya.

"Ada juga yang begitu gak peduli (sampai) dia ditinggal daerahnya. Saya enggak mau sebutlah, daerah timur. Sama dia itu ditinggal daerahnya sampai berbulan-bulan. Berminggu-minggu. Auto pilot mengendalikan dari jarak jauh," sambungnya.

Tito kebali menyebut Jokowi sebagai sosok pemimpin yang ideal. Sebab, Presiden ingin turun langsung blusukan melihat kondisi nyata masyarakat.

Hal itu disebutkan bukan tanpa sebab, pasalnya sudah hampir tujuh tahun Tito bekerja sama dengan Presiden Jokowi, mulai dari sebagai Kapolri hingga Mendagri.

Baca Juga: BLACKPINK Gelar Konser di SUGBK Jakarta, Segini Harga dan Cara Penukaran Tiketnya

"Kita kan maunya punya pemimpin kayak Pak Jokowi. Blusukan, tahu betul persoalan secara detail. jadi saya hampir 6,5 tahun bareng Pak Jokowi. 3 tahun 3 bulan sebagai kapolri. 3 tahun 3 bulan sampai Mendagri. Itu salah satu poin yang saya ingin sangat tiru dari beliau blusukan itu. Karena beliau tahu detail. Jadi masalah terjadi kenaikan beras 700 rupiah saja per kilo, beliau tahu dan bagaimana (memberikan) solusinya. Jadi engga bisa dibohongin," pungkasnya.***

"Kita ngomong umum aja,  engga akan diterima. Tapi kalau ngomong harus pake data data data, angka angka angka, Engga semua kepala daerah seperti itu," ucapnya.***

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat