bdadinfo.com

Keikutsertaan Gibran di Pemilu Pengaruhi Netralitas Alat Negara - News

Gibran Rakabuming cawapres Prabowo. ( (instagram @tidar.pp))

Analis politik dari Exposit Strategic, Arif Susanto menilai keikutsertaan putra sulung Presiden Joko Widodo Gibran Rakabuming Raka akan potensial mempengaruhi netralitas alat negara.

Menurutnya, potensi itu juga tidak harus by intention atau disengaja, tetapi secara tidak langsung bisa mempengaruhi netralitas alat negara. Dikatakannya, tidak menutup kemungkinan ada orang-orang yang bekerja di instansi pemerintah yang mengidolakan Jokowi dan kemudian merasa bahwa membantu Jokowi adalah sesuai dengan keinginan dia.

"Problemnya, kalau itu dilakukan. Maka bukan tidak mungkin mulai dari netralitas birokrasi, netralitas TNI- Polri itu bisa terganggu," tuturnya di Jakarta, Jumat (10/11/2023).

Baca Juga: Pemkab Solsel Serahkan Dana Hibah Pilkada 2024 Rp 23 Miliar

Arif mengkhawatirkan pencalonan Gibran jika teruskan akan membuat bangsa Indonesia kehilangan ruh politik berkeadilan.

"Kalau ini dibiarkan nanti kita akan terjebak pada gaya-gaya lama, ketika nepotisme dianggap normal, ketika pelanggaran etika dianggap bisa diterima sejauh tidak melanggar hukum. Nanti lama-lama politik dan hukum kita terjebak pada formalisme dan kalau itu terjadi, negara ini kehilangan ruh politik yang berkeadilan," tegasnya.

Hal itu bisa dihindari ketika Jokowi adalah negarawan dan mau menghindari potensi konflik kepentingan. "Itu seharusnya bisa dihindari seandainya Jokowi adalah seorang negarawan," sambungnya.

Namun, Arif menyangsikan sikap kenegarawanan Jokowi, termasuk Jokowi dan Gibran. "Jadi saya mau mengatakan bahwa baik Jokowi, Prabowo, Gibran, dan seluruh ketua partai yang mendukung pencalonan Prabowo-Gibran tidak memiliki karakter sebagai seorang negarawan, dan ini sama dengan Anwar Usman," katanya.

Menurut Arif, hal itu disebabkan mereka tidak menghindar bahkan masuk pada potensi konflik kepentingan. "Mengapa? Karena mereka semua tidak mampu menghindari potensi konflik kepentingan atau menganggap konflik kepentingan adalah sesuatu yang wajar, yang bisa diterima," lanjutnya.

Baca Juga: Outlook Ekonomi: Ekonomi Global Masih akan Mengalami Penurunan Pertumbuhan (Soft Landing)

Menurutnya, majunya Gibran menjadi capres ketika Jokowi masih sedang menjabat sebagai presiden adalah melanggar keutamaan. Arif membedakan antara tuntutan kepantasan bagi rakyat biasa dan keutamaan bagi para pemimpin.

"Terhadap pemimpin itu tuntutannya lebih dari sekadar kepantasan, yaitu keutamaan. Termasuk dalam keutamaan adalah kalau para pemimpin bersedia menghindari sesuatu yang punya potensi konflik kepentingan," sambungnya.

Peran Bawaslu

Sementara itu, Direktur Eksekutif Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem), Khairunnisa Nur Agustyati mengatakan, Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) harus lebih aktif lagi mengawasi potensi penyalahgunaan alat-alat negara.

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat