bdadinfo.com

Ini 5 Brand Air Mineral Gelas yang Sampahnya Menumpuk di 6 Kota Versi Net Zero Waste Management Consortium - News

Dilema sampah gelas plastik air minum. Foto: Antara/Aprillio Akbar

- Riset Net Zero Waste Management Consortium terkait sampah di enam kota di Indonesia, termasuk Jakarta, Surabaya dan Medan, membongkar rahasia gelap sejumlah brand air kemasan bermerek yang kerap mempromosikan diri sebagai pahlawan lingkungan.

Dirilis pada 23 November 2023, riset menyebut masih menemukan sampah kemasan berbagai produk konsumen, baik di bak/tong sampah, Tempat Pembuangan Sementara (TPS), truk sampah, Tempat Pembuangan Akhir (TPA), badan-badan air, tanah kosong, tepi jalan, pesisir, laut, dan banyak lagi.

Laporan bilang serpihan kemasan produk berbagai brand adalah timbulan sampah terbesar di Jakarta, Surabaya, Medan, Makassar, Bali dan Samarinda. Disusul kemudian oleh sampah plastik kresek dan kemasan saset berbagai merk. Di urutan setelahnya adalah sampah plastik botol dan cup minuman dalam kemasan.

Baca Juga: Didukung oleh Kemendagri RI! Papua Tengah Sah Lahirkan 3 Calon Provinsi Baru, Disini Letaknya...

Namun detail laporan riset itu bikin geleng-geleng: dari daftar 10 besar sampah plastik produk konsumen di enam kota, total sampah gelas Aqua, Club dan Vit jumlahnya dua kali lebih banyak dari sampah kantong kresek (urutan kedua) dan tiga kali lebih banyak dari sampah bungkus Indomie (urutan tiga).

Sampah gelas Aqua, Club dan Vit jumlahnya juga masih lebih banyak dari serpihan plastik berbagai produk yang sukar dikenali yang notabene ada diurutan teratas.

Pada daftar sepuluh besar brand yang sampahnya menumpuk di enam kota, ikut masuk juga sampah gelas plastik brand Cleo, Sanqua, Prima dan Chrystaline.

"Sampah kemasan produk konsumen ukuran kecil memang selalu jadi masalah terbesar di setiap TPA di enam kota besar tersebut," kata lead researcher Net Zero, Ahmad Syafrudin. "Meski secara tonase terlihat kalah dari sampah organik rumah tangga, faktanya sampah anorganik seperti kemasan plastik produk konsumen jauh lebih makan tempat dan volumenya selalu besar, mau itu gerobak pemulung, TPS, truk sampah, TPA, pinggir sungai dan sebagainya."

Baca Juga: Perkembangan Besar Infrastruktur Dasar Ibu Kota Nusantara: Bendungan Sepaku Semoi dan Rencana Masa Depan

Laporan riset menggambarkan bahwa berkebalikan dengan anggapan umum, sampah produk konsumen dengan kemasannya besar justru lebih mudah dikelola dan lebih bernilai ekonomis ketimbang sampah produk konsumen yang ukuran kemasannya relatif kecil yang oleh sebagian masyarakat dianggap 'sampah kecil'.

Menurut Ahmad, besarnya beban sampah plastik produk konsumen di enam kota mengindikasikan bahwa program pengurangan sampah oleh pemilik brand belum efektif.

Dalam skema Extended Producer Responsibility atau EPR, Peraturan Menteri Lingkungan Hidup No. 75 Tahun 2019 mengatur perluasan tanggung jawab produsen atas seluruh daur hidup produknya, terutama terkait pengambilan kembali (take back) sampah produk, daur ulang dan pembuangan akhir. Sekaitan itu juga, pemerintah mengeluarkan kebijakan 'Up Sizing' dimana produsen didorong untuk meninggalkan kemasan ukuran kecil dan beralih ke kemasan dengan ukuran yang lebih optimum untuk mengurangi potensi timbulan sampah.

Baca Juga: Analisis Teks Rekon Terkait Bung Hatta, Kunci Jawaban Bahasa Indonesia Kelas 10 Halaman 128 Kurikulum Merdeka

Direktur Jenderal Pengelolaan Sampah dan Limbah B3 Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Vivien Rosa Ratnawati, mempertegas dua amanat pemerintah tersebut. Menurutnya, Peraturan Menteri Lingkungan Hidup tersebut memang ditujukan kepada para produsen agar segera mengurangi kemasan produk yang sulit diurai oleh proses alam, tidak dapat didaur atau digunakan ulang.

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat