bdadinfo.com

Gelar Unjuk Rasa, Wartawan di Sumbar Tolak Revisi UU Penyiaran yang Dinilai Ancam Kemerdekaan Pers - News

Wartawan di Sumbar Tolak Revisi UU Penyiaran yang Dinilai Ancam Kemerdekaan Pers (IST)

- Sejumlah wartawan yang tergabung dalam Koalisi Masyarakat Pers Sumbar menggelar aksi unjuk rasa di depan Masjid Raya Sumatera Barat, Jumat 24 Mei 2024.

Aksi tersebut digelar sebagai suara penolakan atas Rencana Perubahan Undang-Undang Penyiaran (RUU Penyiaran) yang sedang dibahas oleh Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Indonesia.

Aksi damai tersebut dihadiri oleh anggota dari berbagai organisasi pers, termasuk Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Padang, Ikatan Jurnalis Televisi Indonesia (IJTI) Sumatra Barat, Pewarta Foto Indonesia (PFI) Padang, dan Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Sumbar.

Baca Juga: Ringkasan Kelas Empat Bagian 4 dan Kunci Jawaban Matematika Kelas 4 SD Halaman 115 Kurikulum Merdeka

Koalisi Masyarakat Pers Sumatra Barat menyampaikan kekhawatiran mereka bahwa revisi UU Penyiaran akan menghambat kebebasan pers, mengurangi independensi media, dan membatasi hak publik untuk memperoleh informasi yang akurat dan objektif.

Massa aksi menyoroti beberapa pasal dalam draf revisi yang dianggap bermasalah, seperti Pasal 50B, Pasal 8A, dan Pasal 42.

Pasal 50B ayat (2) dalam revisi UU Penyiaran mengatur larangan penayangan eksklusif jurnalistik investigasi dan isi siaran yang mengandung berita bohong, fitnah, penghinaan, dan pencemaran nama baik.

Pengunjukrasa menilai pasal ini dapat membatasi ruang gerak jurnalis investigasi yang bertugas mengungkap kasus korupsi, penyalahgunaan wewenang, dan berbagai bentuk kejahatan lainnya.

Mereka berpendapat bahwa investigasi jurnalistik adalah elemen kunci dalam fungsi pengawasan pers terhadap pemerintah dan institusi lainnya.

Baca Juga: Begini Pesan Pj Wali Kota Pariaman Roberia kepada 107 CJH

Pasal yang mengatur penghinaan dan pencemaran nama baik juga menjadi sorotan. Meskipun penting untuk menghindari penyebaran berita bohong, ketentuan ini bisa disalahgunakan untuk mengkriminalisasi jurnalis yang melakukan kritik terhadap pemerintah atau pihak-pihak berkuasa.

Ketidakjelasan definisi dalam pasal ini membuka peluang besar bagi penyalahgunaan kekuasaan.

Seperti Pasal 8A huruf q yang memberikan kewenangan kepada KPI dalam menyelesaikan sengketa jurnalistik khusus di bidang penyiaran.

Hal ini dinilai menimbulkan tumpang tindih dengan peran Dewan Pers yang selama ini berfungsi sebagai mediator dalam sengketa jurnalistik.

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat