bdadinfo.com

PKS Gugat Ambang Batas Pencalonan Capres 20 Persen ke MK - News

Partai Keadilan Sejahtera

Jakarta, – Partai Keadilan Sejahtera (PKS) direncanakan akan mengajukan gugatan Judicial Review (JR) terkait Presidential Threshold atau ambang batas pencalonan presiden sebesar 20 persen ke Mahkamah Konstitusi.

Hal ini diungkap langsung oleh Presiden PKS Ahmad Syaikhu.

"PKS sebagai partai politik juga memiliki legal standing yang pas sebagai pihak yang memiliki kewenangan untuk mengusung pasangan calon presiden dan wakil presiden," kata Presiden PKS Ahmad Syaikhu, Kamis (31/3/2022).

Lebih lanjut, Syaikhu menilai pihaknya ingin menguji berapa angka ambang batas pencalonan presiden yang ideal bagi proses demokrasi di Indonesia.

"Kita ingin uji sebenarnya berapa angka yang wajar dan layak bagi kehidupan demokrasi di Indonesia," ujarnya.

Baca Juga: Yusril Ihza Mahendera dan La Nyalla Mattaliti Kompak Gugat Ambang Batas Pencalonan Presiden

Syaikhu menilai angka ambang batas pencalonan presiden sebesar 20 persen berpotensi menimbulkan polarisasi yang kuat di tengah masyarakat.

"Kita ingin mengurangi potensi konflik di tengah masyarakat dengan tidak terjadinya pembelahan akibat hanya adanya dua pasang calon misalnya," Tutup Syaikhu

Sebelumnya, Ketua Umum Partai Bulan Bintang (PBB) Yusril Ihza Mahendra dan Ketua DPD RI, La Nyalla Mahmud Mattaliti juga melayangkan gugatan terhadap presidential threshold atau syarat ambang batas pencalonan presiden dalam UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu ke Mahkamah Konstitusi (MK).

Mengutip dari situs resmi Mahkamah Konstitusi (MK) gugatan tersebut telah terdaftar dengan nomor perkara 41/PUU/PAN.MK/AP3/03/2022 dan tercatat pada Jumat (25/3).

Dalam gugatannya, Yusril dan La Nyalla kompak meminta agar MK menghapus syarat ambang batas pencalonan atau presidentially threshold.

Baca Juga: Rocky Gerung Puji Aksi Ketua PBB dan Ketua DPD yang Menggugat Presidential Threshold

"Menyatakan Pasal 222 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat," demikian dikutip dari berkas gugatan.

Menurut pemohon dalam Pasal 222 tersebut cenderung menguntungkan status quo dan tidak demokratis.

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat