bdadinfo.com

Intip Riwayat Perubahan Atap Jam Gadang, Dulu Punya Gaya Belanda dan Jepang! Mana yang Lebih Bagus? - News

Potret Jam Gadang di Minangkabau.  (PIXABAY/Arjeepers)

- Jam Gadang menjadi titik landmark kota Bukittinggi, Sumatera Barat.

Karena peranannya sebagai landmark, mengunjungi Jam Gadang dianggap sebagai suatu kewajiban.

Baca Juga: Resmi Dilepas Hendri Septa, Kafilah Kota Padang Siap Pertahankan Juara Umum MTQN Tingkat Sumbar

Meski kelihatannya menarik, atap Jam Gadang telah mengalami transformasi signifikan dari masa ke masa, mengusung gaya arsitektur yang berbeda-beda.

Mulai dari era Belanda, Jepang, hingga akhirnya mengadopsi ciri khas Minangkabau.

Dilansir dari berbagai sumber, pembangunan Jam Gadang selesai pada tahun 1926 atas perintah Ratu Belanda Wilhelmina.

Sebagai hadiah bagi sekretaris Fort de Kock pada saat itu, Rook Maker, sebagai bagian dari koloni Hindia Belanda.

Baca Juga: Sukses dengan PLTS Cirata, PLN Targetkan Danau Singkarak Sumbar sebagai Lokasi Pembangunan PLTS Terapung Selanjutnya

Pada awalnya, atap Jam Gadang memiliki desain kubah kerucut dengan ornamen patung ayam jantan di puncaknya, sesuai gaya arsitektur Belanda yang umum pada masa itu.

Namun, selama masa pendudukan Jepang di Indonesia, atap Jam Gadang mengalami perubahan bentuk menjadi pagoda tradisional Jepang yang sering terlihat di kuil-kuil Jepang.

Ketika Jepang berhasil menginvansi Indonesia selama Perang Dunia II, banyak aspek arsitektur dan budaya diubah sesuai dengan gaya Jepang.

Baca Juga: Lepas Kafilah MTQ Solok Selatan, Ini Pesan Bupati Khairunas

Dalam konteks Jam Gadang, atapnya diubah menjadi pagoda tradisional Jepang, menggantikan desain kubah kerucut yang awalnya mengikuti gaya Belanda.

Perubahan ini terjadi selama periode pendudukan Jepang di Indonesia, yang dimulai pada tahun 1942 dan berakhir pada tahun 1945.

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat