- Jepang tengah bersiap untuk melaksanakan misi pendaratan presisi di bulan dengan harapan menjadi negara kelima yang berhasil menempatkan pesawat luar angkasa di sana.
Upaya ini menjadi pendorong bagi program luar angkasa Jepang, yang sebelumnya mengalami serangkaian kegagalan dan kini tertinggal oleh saingan utama, China.
Dikenal sebagai "penembak jitu bulan," probe Japan Aerospace Exploration Agency (JAXA) berupaya mendarat dalam jarak 100 meter dari bulan.
Ini dianggap sebagai teknologi yang belum pernah ada sebelumnya dan sangat penting dalam pencarian air di bulan serta pemahaman kelayakan hunian manusia.
Jepang, semakin ingin memainkan peran yang lebih signifikan di luar angkasa, menjalin kemitraan dengan sekutu dekat, Washington, sebagai tanggapan terhadap kekuatan militer dan teknologi China, khususnya dalam luar angkasa.
Meskipun Jepang memiliki sejumlah startup di sektor luar angkasa, tujuannya adalah mengirimkan astronot ke bulan sebagai bagian dari program Artemis NASA.
Namun, JAXA telah menghadapi sejumlah rintangan, termasuk kegagalan peluncuran roket utama baru, H3, pada bulan Maret yang seharusnya dapat bersaing secara biaya dengan penyedia roket komersial seperti SpaceX.
Proyek Smart Lander for Investigating Moon (SLIM) JAXA akan memasuki fase touchdown selama 20 menit pada misi satu arahnya mulai tengah malam pada hari Sabtu 20 Januari 2024 waktu setempat, mencoba mendarat di situs target yang memiliki ukuran sekitar dua lintasan atletik, terletak di lereng kawah di selatan khatulistiwa bulan.
Shinichiro Sakai, manajer proyek SLIM JAXA, menyatakan bahwa pencapaian ini belum pernah terjadi oleh negara lain.
Keberhasilannya akan memberikan keuntungan besar bagi Jepang dalam misi internasional mendatang, termasuk program Artemis.
Pada bulan Agustus tahun lalu, Chandrayaan-3 India berhasil mendarat di kutub selatan bulan, mencatat prestasi teknologi yang signifikan mengingat kondisi medan yang kasar, dan menunjukkan India sebagai pemain utama di dunia luar angkasa.