- Ketua Komisi I DPR RI Meutya Hafid menilai tidak adanya cadangan data atau back up yang dimiliki Kementerian Komunikasi dan Informasi (Kemenkominfo) merupakan kesalahan besar.
Tidak hanya Kemenkominfo, Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN) juga berperan terhadap keamanan data Pusat Data Nasional (PDN) yang akhir-akhir ini mengalami serangan siber ransomware.
Dilansir dari dpr.go.id, pada 28 Juni 2024, masalah ini tidak lagi persoalan tata kelola ketahanan siber namun sudah masuk kategori tindakan kebodohan.
“Jadi intinya itu jangan berbicara soal tata kelola, bukan tata kelola yang salah, Pak. Ini masalah kebodohan,” jelasnya dalam Rapat Kerja Komisi I dengan Menkominfo dan Kepala BSSN yang dilakukan di Gedung Nusantara II, DPR RI Senayan, Jakarta.
Bagaimana bisa ketika punya data nasional yang sifatnya sangat rahasia tapi tidak ada satu pun back upnya, padahal ini merupakan ranah suatu negara yang harus diperkuat keamananya.
Diketahui, Kemenkominfo mempunyai dua Pusat Data Nasional Sementara (PDNS) yang berlokasi di Surabaya dan Serpong. Sedangkan, satu Pusat Data Nasional (PDN) yang berada di Batam.
Adapun serangan siber yang sedang terjadi sampai saat ini yaitu di Pusat Data Nasional Sementara (PDNS) 2 yang berlokasi di Surabaya, Jawa Timur.
BSSN merekomendasikan Kemenkominfo agar menyiapkan data cadangan. Kasus ini misalnya, data dari PDNS 2 yang berlokasi di Surabaya ataupun PDNS 1 di Serpong seharusnya di backup ke PDN yang ada di Batam.
Ia menambahkan, pernyataan dua persen dari data PDN yang dicadangkan di Batam terbilang sangat kecil, sehingga kurang diperhitungkan.
Baca Juga: Lanjutkan! Zulhas Serahkan SK Cawako Padang Kepada Hendri Septa
Kemudian kembali menegaskan bahwa tidak adanya cadangan data ini bukanlah bentuk dari kurangnya tata kelola ketahanan siber karena memang tidak ada pengelolaan.
“Ini kan kita enggak itung Batam backup kan karena cuma dua persen (data yang di-back up) kan, ya berarti itu bukan tata kelola, pembobolan data itu kebodohan saja sih, Pak,” tambahnya.
Kepala BSSN Hinsa Siburian sebelumnya menyampaikan pengakuan bahwa adanya kekurangan dalam tata kelola ketahanan siber, yaitu dengan tidak adanya cadangan data-data PDN yang mengalami gangguan akibat serangan siber.