bdadinfo.com

Marhaenisme Dituding Dekat dengan Komunis, Megawati Buka Suara - News

Megawati buka suara soal ajaran Marhaenisme tak identik dengan komunis (perpusnas.go.id)

– Ajaran Marhaenisme identik dengan salah satu sosok pendiri Republik Indonesia (RI), Soekarno.

Presiden pertama RI ini mengembangkan ideologi Marhaenisme yang sumbernya berasal dari pemikiran Marxisme. Namun, ada sedikit modifikasi dalam ajarannya yang menyesuaikan dengan kondisi kultur Indonesia.

Secara sederhana, Marhaenisme dapat didefinisikan sebagai ideologi yang menentang penindasan manusia atas manusia dan bangsa atas bangsa.

Tujuan mulia dari ajaran Marhaenisme adalah untuk meningkatkan harkat hidup rakyat Indonesia dalam hal ini diterminologikan sebagai Massa Marhaen.

Baca Juga: Pantes Megawati Tolak Mantu Tukang Bakso, Rupanya Gebetan Puan Tajir Melintir, Nih Buktinya

Dalam arti yang lebih luas, Marhaen mencakup seluruh golongan rakyat kecil. Termasuk di dalamnya adalah petani dan buruh. Golongan tersebut dikenal selalu hidup dalam cengkraman orang-orang kaya dan pengusasa, borjuis atau kapitalis.

Benang merah antara Marxisme yang menjadi sumber pengembangan ajaran Marhaenisme dengan paham Komunisme menjadikan Soekarno diidentikan dekat dengan kaum komunis.

Namun, sang trah Soekarno yang juga Ketua Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP), Megawati Soekarnoputri membantah sinyalemen bahwa Marhaenisme identik dengan Komunisme. Dengan tegas, Megawati mengatakan bahwa Soekarno bukan seorang komunis.

“Jadi aneh kalau katanya Marhaenisme itu metode baru Komunisme. Salah besar, salah besar. Menurut saya kalau beliau seorang Komunis tidak mungkin,” kata Megawati di Jakarta, beberapa waktu silam.

Baca Juga: Inikah Tampang Perwira Paspampres yang Perkosa Prajurit Wanita Kostrad, Identitasnya Mayor Inf BF

Sebelumnya di acara Rakernas PDIP  pada Minggu, 10 Januari 2016 di Jakarta, Megawati memaparkan kisah awal mula ideologi Marhaenisme dikembangkan Bung Karno.

Megawati mengatakan, Soekarno bertemu seorang petani miskin di Bandung Selatan, Jawa Barat menjadi awal mula ajaran Marhaenisme tercetus.

“Dialog itu saya rasakan sebagai dialog yang penuh dengan romantika, dinamika dan dialektika seorang pemimpin dengan rakyatnya. Rakyat yang tetap miskin, walaupun ia memiliki alat-alat produksi sendiri, namun sang petani tidak menjual tenaganya kepada sang majikan,” urai Megawati dikutip dari Okezone.

Baca Juga: Kriteria Pemimpin Indonesia Versi Reuni 212, Minta Pakai Doa dan Dzikir

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat