- Pandangan umum yang menganggap kerajaan di Pulau Jawa terbatas pada pola ekonomi agraris tidak sepenuhnya tepat.
Sebaliknya, sejarawan Denys Lombard menunjukkan bahwa banyak kota pelabuhan di Jawa menjadi pusat perdagangan internasional yang bebas dari kekakuan masyarakat agraris.
Salah satu lokasi yang menonjol dalam perdagangan pada abad ke-16 adalah Jepara, di kawasan utara Pulau Jawa.
Menurut sejarawan M.A.P Meilink Roelofsz, pada pertengahan abad ke-16, Jepara menjadi kekuatan politik yang signifikan, bahkan menakutkan bagi Portugis.
Kota ini mampu meluncurkan armada laut besar dengan 300 kapal, termasuk 80 kapal layar besar, untuk melakukan serangan militer yang kuat.
Kerjasama antara Hitu dan Jepara menjadi faktor penting dalam hubungan lintas wilayah di Nusantara pada abad ke-16.
Bahkan setelah pengusiran Portugis dari Hitu, Jepara di bawah kepemimpinan Ratu Kalinyamat turut berperang melawan Portugis pada tahun 1551 dan 1574.
Jepara memiliki pengaruh yang kuat di kawasan Maluku, di mana kawasan seperti Ternate dan Hitu menghormati kedudukan Jepara.
Baca Juga: Indonesia Darurat! Kasus Kekerasan Anak Meningkat pada 2024, Faktor Ini yang Jadi Penyebab
Secara geografis, Jepara memiliki posisi strategis sebagai titik singgah dalam jalur maritim dari Maluku menuju Malaka dan wilayah Asia lainnya.
Keterhubungan dinamis antara Jepara dan Maluku mencerminkan interdependensi antar-wilayah di Nusantara.
Maluku menjadi incaran utama penjelajahan Eropa pada awal abad ke-16, khususnya sebagai tujuan utama perdagangan rempah. Hitu menjadi salah satu tujuan penting dalam ekspedisi tersebut.