bdadinfo.com

Polemik Perppu Ciptaker, Ini Kata Mahfud MD - News

Mahfud MD. Foto: Twitter @mohmahfud.md (Doni/RISKS.)



– Polemik Perpu Cipta Kerja masih terus bergulir. Sebab pasalnya penerbitan Perppu Cipta Kerja dinilai buru-buru dan tidak memihak kepada buruh.

Banyak pihak yang mengkritisi penerbitan Perppu Cipta Kerja karena dinilai telah mencabut hak buruh.

Presiden Joko Widodo atau Jokowi adalah orang yang menandatangani Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2022 atau Perpu Cipta Kerja.

Beleid yang terdiri dari 186 pasal dan sebanyak 1.117 halaman tersebut telah diundangkan atau diterbitkan pada 30 Desember 2022.


Syarat diterbitkannya Perppu salah satunya adalah kegentingan. Artinya memang ada kondisi mendesak dalam suatu negara yang kemudian membuat pemerintah atau dalam hal ini Presiden menerbitkan Perppu untuk kondisi tersebut.

Baca Juga: Polemik Perppu Ciptaker, Pengamat: Jokowi Bisa Dimakzulkan


Namun demikian, YLBHI menilai alasan kegentingan yang disampaikan oleh pemerintah tidak masuk akal dan terkesan akal-akalan saja.


“Dampak perang Ukraina-Rusia dan ancaman inflasi dan stagflasi yang membayangi Indonesia adalah alasan yang mengada-ada dan TIDAK masuk akal dalam penerbitan PERPPU ini,” ucap Ketum YLBHI, Muhamad Isnur pada siaran pers 30 Desember 2022


“Alasan kekosongan hukum juga alasan yang tidak berdasar dan justru menunjukkan inkonsistensi dimana pemerintah selalu mengklaim UU Cipta Kerja masih berlaku walau MK sudah menyatakan inkonstitusional,” lanjut Isnur.

Baca Juga: Perpu Ciptaker Timbulkan Polemik, YLBHI Heran Langkah Jokowi Dinilai Seperti IniBaca Juga: Legislator Ini Kritisi Perppu Ciptaker: Hanya Akal-akalan Pemerintah
Hal lain yang menjadi sorotan adalah dari penerbitan Perppu Cipta kerja adalah mengenai putusan MK mengenai UU Cipta Kerja.


Mahkama Konstitusi memutuskan pada 25 November 2021 melalui Putusan No. 91/PUU-XVIII/2020. menyatakan bahwa UU Cipta Kerja Inkonstitusional Bersyarat.


Maka dari itu melalui putusan tersebut MK memerintahkan pembentuk Undang-Undang untuk melakukan perbaikan dalam jangka waktu paling lama 2 tahun sejak putusan diucapkan.


Namun, Pemerintah tidak memperbaiki UU Cipta Kerja, tetapi memilih menerbitkan Perppu Cipta Kerja.


Oleh karenanya banyak pihak yang menilai bahwa Pemerintah menerabas dan membangkang atas putusan MK tersebut.

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat