- PT Hutama Karya (Persero) telah memberikan klarifikasi terkait kasus dugaan korupsi yang terjadi dalam proses pengadaan lahan di sekitar jalan Tol Trans Sumatera (JTSS), yang melibatkan beberapa mantan pejabat perusahaan tersebut.
Kasus ini sedang dalam penyelidikan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), dan sejumlah tersangka telah ditetapkan.
Menurut keterangan dari EVP Sekretaris Hutama Karya, Tjahjo Purnomo, kasus ini terkait dengan transaksi pembelian lahan di daerah Bakauheni dan Kalianda, Lampung, yang terjadi pada periode 2018 hingga 2020.
"Hutama Karya menghormati proses hukum yang sedang berlangsung dan akan bersikap kooperatif serta transparan dalam proses penyidikan ini," ujar Tjahjo dalam keterangannya, Rabu, 13 Maret 2024.
Transaksi tersebut melibatkan mantan pejabat Hutama Karya serta pihak PT Sanitarino Tangsel Jaya, di mana ketiganya telah ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus ini.
Baca Juga: Menelusuri Keagungan 4 Candi Megah di Sumatera Barat, Jejak Bersejarah yang Menakjubkan
Hutama Karya menyatakan bahwa mereka menghormati proses hukum yang sedang berlangsung dan berkomitmen untuk bersikap kooperatif serta transparan selama proses penyidikan ini berlangsung.
Perusahaan ini juga menegaskan dukungannya terhadap program bersih-bersih BUMN yang digalakkan oleh Menteri BUMN Erick Thohir, serta memastikan penerapan tata kelola perusahaan yang baik dalam setiap proses bisnisnya.
"Dan memastikan penerapan tata kelola perusahaan yang baik dalam setiap proses bisnisnya," kata dia.
Sebelumnya, Juru Bicara Penindakan dan Kelembagaan KPK, Ali Fikri, menyatakan bahwa dugaan kerugian negara akibat kasus pengadaan lahan di sekitar Jalan Tol Trans-Sumatera yang dikerjakan oleh Hutama Karya mencapai belasan miliar rupiah.
"Nilai kerugiannya miliaran, ada belasan miliar. Tapi bisa mencapai ratusan miliar saya kira ke depan nanti yang bisa didalami lebih jauh pada proses penyidikan," ujar Ali saat ditemui awak media di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Rabu, 13 Maret 2024.
Baca Juga: Inilah Bendungan Pertama Sulawesi Barat, Target Rampung Tahun 2024 dengan Biaya Rp1,24 Triliun