bdadinfo.com

Peringatan Keji Bagi yang Mendukung Kemerdekaan Taiwan, Saat Ketegangan Hubungan Antara China-Taiwan Meningkat Tajam - News

Ilustrasi foto, China vs Taiwan (@DailyWorld24)


- Hubungan China dengan Taiwan, hingga saat ini masih dalam keadaan yang mengkhawatirkan, mengingat hubungan diplomatik antara kedua negara makin memanas.

Wilayah Asia Tenggara saat ini, terancam perang setelah Kementerian Pertahanan Taiwan melaporkan telah mendeteksi 41 pesawat militer dari China, bermanuver di kawasan udara Taiwan.

Bahkan dalam waktu 24 jam terakhir, pesawat militer dari China melakukan Tindakan pencegahan, jika sewaktu-waktu hubungan dengan Taiwan memasuki level siap Perang.

“Kami mendeteksi 41 pesawat militer Tiongkok dan tujuh kapal angkatan laut yang beroperasi di sekitar Taiwan selama periode 24 jam hingga pukul 06.00 pagi,” tegas Kemenhan Taiwan, sebagaimana dikutip dalam ungkapan yang disampaikan pada Senin, 24 Juni 2024.

Tentu saja, kejadian tersebut membuat Negara China mengancam akan menerapkan hukuman mati, dalam kasus-kasus ekstrem bagi kelompok separatis yang tetap mendukung kemerdekaan Taiwan yang 'keras kepala'.

China juga meningkatkan tekanan kepada seluruh warganya, meskipun pengadilan China tidak memiliki yurisdiksi atas pulau yang diperintah secara demokratis tersebut.

Bagi China, memandang negara kepulauan Taiwan sebagai wilayahnya sendiri, dan tidak merahasiakan ketidaksukaan terhadap Presiden Taiwan Lai Ching-te yang mulai menjabat bulan lalu.

China secara terang-terangan, telah mengatakan bahwa Presiden Lai merupakan seorang 'separatis', dan melakukan latihan perang tidak lama setelah pelantikan sebagai Presiden.

Kini, Taiwan telah mengeluhkan peningkatan tekanan China, sejak Lai memenangkan pemilu pada bulan Januari 2024 lalu, termasuk tindakan militer yang sedang berlangsung, sanksi perdagangan, dan patroli penjaga pantai di sekitar pulau-pulau yang dikuasai Taiwan.

Untuk itu semua Pengadilan, Kejaksaan, Badan Keamanan Publik di China, telah menyatakan adanya pedoman baru mengenai hukuman terhadap separatis, maupun yang mendukung kemerdekaan Taiwan.

Pedoman tersebut, akan dikeluarkan dalam waktu dekat sesuai dengan undang-undang yang sudah ada, termasuk dengan undang-undang anti suksesi pada tahun 2025.

Pejabat Kementerian Keamanan Publik China, mengatakan di Beijing bahwa hukuman maksimum untuk kejahatan pemisahan diri adalah hukuman mati, dan mengibaratkan seperti "Pedang tajam penindakan hukum, akan selalu menggantung tinggi,".

Namun mengenai hukuman mati tersebut, belum ada respon yang diberikan Pemerintah Taiwan, bahkan Seorang pejabat mengatakan kepada bahwa masih mencerna isi pedoman tersebut.

Isi pedoman, akan memerinci apa yang dianggap sebagai kejahatan yang patut dihukum, termasuk mendorong masuk Taiwan ke organisasi internasional yang mensyaratkan status kenegaraan, melakukan pertukaran resmi eksternal, dan menekan pihak mendorong penyatuan kembali.

Pedoman tersebut, juga menambahkan klausul lebih lanjut, terhadap apa yang dapat dianggap sebagai kejahatan seperti "tindakan lain yang berupaya memisahkan Taiwan dari China", artinya dapat ditafsirkan secara luas.

Sebelumnya, China telah mengambil tindakan hukum terhadap pejabat Taiwan, dan termasuk menjatuhkan sanksi terhadap Hsiao Bi-khim, mantan duta besar de facto Taiwan untuk Amerika Serikat, yang saat ini menjadi Wakil Presiden Taiwan.

Hukuman tersebut, mempunyai dampak praktis yang kecil karena pengadilan China tidak memiliki yurisdiksi di Taiwan, yang pemerintah menolak klaim kedaulatan Beijing.

Pejabat senior Taiwan, termasuk presiden saat ini, juga tidak mengunjungi China, karena ketegangan kedua negara tersebut masih berlangsung hingga saat ini.

Sementara itu, Indonesia dibawah Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi, Luhut Binsar Pandjaitan sudah menegaskan Indonesia tetap menganut prinsip One China Policy, menyusul potensi konflik antara China dan Taiwan.

"Saya sudah sampaikan kepada Wang Yi, selaku Menteri Luar Negeri China, bahwa Indonesia tetap di posisi One China Policy, dan akan menjadi konsistensi dari kebijakan luar negeri Indonesia," ucap Luhut, sebagaimana dikutip dalam ungkapan yang disampaikan pada Kamis, 20 Juni 2024

Pernyataan tersebut, telah disampaikan Menteri Luhut yang berkaitan dengan kemungkinan terjadinya perang terbuka antara China dan Taiwan, jika konflik makin meningkat tinggi.

Meskipun saat ini tidak ada terjadi peperangan dalam Waktu dekat, tetapi Menteri Luhut juga mengetahui akan ketegangan antara Negara China dengan Taiwan.

One China Policy, merupakan kebijakan yang menyatakan China merupakan pemerintah resmi yang meliputi wilayah China daratan, Hong Kong, Makau, dan Taiwan.

Dengan begitu, tidak mengakui Taiwan sebagai negara yang merdeka dan berdaulat, walaupun Taiwan dianggap sebagai "China Taiwan", oleh Pemerintahan Indonesia.

Hal tersebut, perlu ditegaskan oleh Pemerintahan Indonesia untuk memperjelas posisi Indonesia bagi China, di tengah potensi konflik yang terjadi dengan Taiwan.

"Memang benar apa yang disampaikan, tetapi belum melihat ada potensi perang terbuka antara China dan Taiwan, tetapi ketegangan pasti ada pengaruhnya," tambahnya.

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat