bdadinfo.com

Dosen Ilmu Komunikasi UNAIR Beberkan 3 Faktor Dibalik Populernya Film Horor Tanah Air, Apa Saja? - News

Populernya film bergenre horor dan tragedi di Indonesia membuat Dosen Ilmu Komunikasi FISIP Universitas Airlangga beberkan faktor populernya film horor

Maraknya film bergenre horor di layar kaca Indonesia belakangan ini membuat masyarakat semakin antusias untuk menontonnya, sebut saja seperti “KKN di Desa Penari” dan “Vina: Sebelum 7 Hari”.

Film-film bergenre horor maupun tragedi seperti itu terbilang cukup laku dan populer dipasaran, sebab mayoritas orang Indonesia tertarik dengan hal yang berbau adrenalin.

Masyarakat yang menonton film horor biasanya cenderung ingin merasakan sensasi dari rasa takut dan kaget agar adrenalinnya terpacu.

Baca Juga: Presiden ke-8 Ambil Alih Proyek Mangkrak Jalan Tol Trans Sumatera, Prabowo Berjanji Tuntaskan Jalan Tol Padang-Sicincin yang Mangkrak Bertahun-tahun

Alasan lain mengapa film horor kian digandrungi banyak orang adalah karena adanya faktor promosi yang dilakukan secara masif melalui media sosial.

Hal inilah yang sekiranya diungkapkan oleh salah satu Dosen Ilmu Komunikasi FISIP Universitas Airlangga (UNAIR) yaitu I Gusti Agung Ketut (IGAK) Satrya Wibawa, S.Sos., MCA., Ph.D.

Menurutnya, keterkaitan antara dorongan adrenalin dengan gencarnya faktor promosi di media sosial akan memicu tingginya antusiasme masyarakat Indonesia terhadap film horor di tanah air.

Baca Juga: Perut Kosong Jangan Anggap Remeh, Berikut Kelompok Orang yang Tidak Dianjurkan Makan Pisang

“Film-film yang bergenre horor maupun tragedi sebenarnya terbantu oleh aspek lain di luar narasi, misalnya pemasaran.”

“Sebagai contoh, film ‘KKN Desa Penari’ yang ceritanya sudah viral dulu di media sosial. Bisa dibilang promosi yang masif juga memberikan efek positif, bahkan sebelum film itu dirilis,” kata IGAK Satrya.

Selain karena dua faktor atau alasan tadi, yaitu adrenalin dan media sosial, film horor juga memiliki jalan cerita yang relatif sederhana, sehingga potensi untuk dinikmati oleh masyarakat Indonesia pun semakin tinggi.

Baca Juga: Mampu Bertahan Hidup di Daerah Berpolusi, Peneliti UGM Kembangkan Teknologi Mikroalga untuk Atasi Perubahan Iklim

Sementara untuk film “Vina: Sebelum 7 Hari”, dirinya mengungkapkan kurang setuju apabila film itu nantinya bisa membantu dalam mengusut kasus “Vina” itu sendiri.

Baginya, menyelesaikan sebuah kasus bukanlah peran dari film, melainkan pihak kepolisianlah yang lebih berhak atas itu.

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat