bdadinfo.com

Serba-Serbi Lembah Anai Sumatera Barat, dari Tragedi Kereta Api Hingga Terancam Rusak - News

Pesona Lembah Anai yang terancam rusak   (sikamek.sumbarprov.go.id)



- Kawasan cagar alam Lembah Anai selalu menjadi pilihan bagi para wisatawan yang berlibur ke Sumatera Barat. Keindahan alam Lembah Anai ini mampu membius para pelancong yang datang untuk berlama-lama menatap ciptaan Tuhan tersebut.

Salah satu hal yang menjadi daya tariknya adalah adanya air terjun di tepi jalan sehingga memudahkan wisatawan untuk mampir berfoto di lokasi air terjun tersebut.

Tertarik dengan tempat wisata yang satu ini? Berikut ini serba-serbi Air Terjun Lembah Anai.  

Baca Juga: 4 Konsep Geografi Menurut Ahli, Lengkap dengan Pengertian dan Jenisnya

1. Jadi Destinasi Wisata Favorit

Air Terjun Lembah Anai menjadi destinasi wisata favorit para pelancong saat liburan ke Sumatera Barat.

Lembah Anai sendiri merupakan jalur yang menghubungkan Padang Panjang dan Bukittinggi dan jalur tersebut terbentang keindahan alamnya.

Kawasan cagar alam ini terkenal dengan 6 air terjunnya, di mana salah satunya berada di tepi jalan yang membuat banyak orang singgah untuk menikmati keindahannya.

Baca Juga: OPD Padang Panjang Diingatkan Pentingnya Data Dalam Perencanaan Pembangunan Daerah

Air Terjun dengan tinggi sekitar 35 meter ini merupakan bagian dari aliran Sungai Batang Lurah, anak Sungai Batang Anai yang berhulu di Gunung Singgalang di ketinggian 400 Mdpl.

Kita juga bisa melakukan trekking atau susur area untuk menyusuri cagar alam dan melihat air terjun lain yang tak kalah cantiknya.

Di dekat air terjun, terdapat pula rel kereta api tua yang semakin menambah pesona Lembah Anai. Tak heran, jika lalu lintas di kawasan ini selalu ramai, bahkan padat oleh wisatawan.

2. Pernah Terjadi Kecelakaan Kereta Api

Kawasan Lembah Anai dilewati oleh jalur kereta api. Meski sudah tidak berfungsi, jalur kereta masih bisa dilihat hingga hari ini. Hal tersebut pula yang membuat pesona Lembah Anai semakin cantik.

Namun, pernah terjadi kecelakaan kereta api di Lembah Anai. Tragedi kecelakaan kereta api tersebut terjadi di hari Jumat, 23 Maret 1945. Tiga bulan sebelumnya, yakni pada 25 Desember 1944 juga terjadi kecelakaan.

Baca Juga: Sambut HUT Kemenkumham, Lapas Bukittinggi Gotong Royong Bersihkan Makam Pahlawan

Kedua kasus tersebut disebut sebagai Tragedi Padang Panjang yang disebabkan karena jembatan kereta api terputus sehingga menyebabkan kereta api jatuh dan meluncur ke dalam Lembah Anai.

Untuk mengingatkan pada kedua peristiwa tersebut dan mengenang para korban, dibangunlah sebuah tugu peringatan yang diberi nama tugu kecelakaan kereta api Padang Panjang.

3. Air Terjun Meluap dan Sebabkan Longsor

Seperti yang sudah disebutkan, air terjun Lembah Anai merupakan bagian dari aliran Sungai Batang Lurah.

Air tersebut kemudian terjun ke dasar lembah dan membentuk kolam, tempat air berkumpul. Debit airnya cukup deras dan stabil di musim penghujan maupun kemarau.

Baca Juga: Menelusuri Kota Tua Kota Padang, Cagar Budaya Bersejarah yang Jadi Pusat Perdagangan Masa Lampau

Namun, ketika terjadi hujan lebat, debit air akan sangat deras bahkan beberapa kali mengalami banjir dan airnya meluap ke jalan raya.

Seperti yang terjadi di bulan Februari 2023 lalu, Air Terjun Lembah Anai meluap hingga ke badan jalan dan juga menyebabkan longsor. Hal ini membuat akses jalan Padang - Pekanbaru terputus.

Kondisi bencana merupakan hal yang lumrah atau rutin terjadi di sekitar area Lembah Anai. Kendati demikian, bila tidak dilakukan pengendalian ruang, maka potensi bahaya lebih besar dan mengancam jiwa.  

4. Keindahan Alam yang Terancam Rusak

Tentu, kelestarian alam Lembah Anai harus kita jaga. Salah satunya adalah menertibkan indikasi pelanggaran pemanfaatan ruang di sekitar Lembah Anai.

Sayangnya, kawasan cagar alam Lembah Anai terancam rusak karena kawasan sempadan sungai Lembah Anai didominasi dengan pemanfaatan bangunan warung dan rumah makan.

Baca Juga: Warga Parit Malintang Ngamuk Segel Kantor Bupati Padang Pariaman, Suhatri Bur Dicap PHP

Berbeda dengan tanah atau lahan milik pribadi, kawasan cagar alam atau hutan lindung adalah tanah milik negara sehingga izin pemanfaatannya diatur tersendiri dalam Peraturan Pemerintah No. 6 Tahun 2007 dan UU NO. 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan.

Dikarenakan hal tersebut, izin yang dikeluarkan merupakan kewenangan Menteri dan bukan kewenangan Pemerintah Kota/Kabupaten.

Sementara untuk kerjasama antara masyarakat, pengelola, dengan Perusahaan Umum Kehutanan Indonesia (Perhutani), setiap orang harus memperoleh izin dari pemerintah atau Kementerian Lingkungan Hidup.

Terdapat sanksi apabila benar terjadi pelanggaran pemanfaatan ruang di kawasan cagar alam atau hutan lindung.

Sanksi tersebut terbagi menjadi dua bagian, yakni sanksi administratif dan sanksi pidana.

Sanksi administratif meliputi peringatan tertulis, penghentian sementara pelayanan umum dan kegiatan, denda administratif, pemulihan fungsi ruang, pembatalan dan/atau pencabutan Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang (KKPR), pembongkaran bangunan, dan penutupan lokasi.

Sementara itu, sanksi pidana meliputi pidana penjara paling lama 15 tahun dan denda paling banyak Rp8 miliar. ***

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat