- Bendungan Lau Simeme di Kabupaten Deli Serdang, Sumatera Utara, menjadi salah satu proyek megah yang menarik perhatian banyak orang.
Dibangun dengan biaya fantastis mencapai Rp1,65 triliun, bendungan ini tidak hanya menjadi simbol kemajuan infrastruktur di Sumatera Utara, tetapi juga mengungkapkan jejak panjang perencanaan sejak tahun 90-an.
Proyek ini termasuk dalam Proyek Strategis Nasional (PSN) yang dicanangkan oleh pemerintah, dengan tujuan utama untuk mengatasi berbagai masalah seperti banjir, penyediaan air baku, dan irigasi persawahan.
Sejak awal pembangunannya pada tahun 2017, Bendungan Lau Simeme telah menjadi fokus utama pembangunan infrastruktur di wilayah tersebut.
Menariknya, wacana pembangunan Bendungan Lau Simeme ternyata sudah muncul sejak tahun 90-an.
Pada tahun 1991-1992, kegiatan verifikasi lapangan dilakukan oleh tim dari Institut Teknologi Bandung (ITB), sementara pada tahun 2003-2004, penelitian lebih lanjut dilakukan oleh tim AMDA dari Universitas Sumatera Utara (USU).
Baca Juga: Mahmoud Abbas Puji Prabowo, Andre Rosiade: Paling Konkret untuk Palestina
Hal ini menunjukkan bahwa rencana pembangunan infrastruktur besar seperti bendungan membutuhkan waktu yang panjang untuk dipersiapkan dan direalisasikan.
Bendungan Lau Simeme memiliki kapasitas yang cukup besar, mencapai 21,07 juta meter kubik dengan luas genangan mencapai 125,84 hektar.
Tinggi bendungan ini mencapai 69,50 meter dari sungai, dengan desain bertipe zonal yang menggunakan timbunan batu.
Meskipun memiliki manfaat yang besar bagi masyarakat sekitar, pembangunan Bendungan Lau Simeme tidaklah tanpa kontroversi.
Enam desa di sekitar bendungan, seperti Desa Rumah Gerat, Desa Siria-ria, Desa Sari Laba Jahe, Desa Penen, Desa Mardinding Julu, dan Desa Kuala Dekah, mengalami dampak yang signifikan.